HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Penerapan Alat Bukti Pada Pemeriksaan Tindak Pidana Insubordinasi

Penerapan Alat Bukti Pada Proses Pemeriksaan Tindak Pidana Insubordinasi Dalam Lingkungan Peradilan Militer di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta

ABSTRAK

Penelitian ini diadakan adalah untuk mengetahui mengenai penerapan alat bukti pada proses pemeriksaan tindak pidana insubordinasi dalam lingkungan peradilan militer serta hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penerapan alat bukti tersebut di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Dalam rangka menjelaskan mengenai hal-hal tersebut diatas, maka Penulis mengadakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif untuk memberi data seteliti dan sejelas mungkin.Lokasi penelitian dilakukan di Pengadilan Militer II- 11 Yogyakarta.Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder.Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui observasi, wawancara, dan penelitian kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa di wilayah hukum Pengadilan II-11 Yogyakarta banyak terjadi tindak pidana insubordinasi yang mana dalam penerapan alat bukti pada proses pemeriksaannya lebih menekankan keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta dalam menerapkan alat bukti tindak pidana insubordinasi keberadaan terdakwa maupun para saksi yang tergabung dalam suatu operasi militer atau tugas jabatan di kesatuan dinas masimg-masing, serta adanya keterangan terdakwa yang bertentangan dengan kesaksian saksi korban dapat menjadi hambatan tersendiri bagi Peradilan Militer II-11 Yogyakarta. Mengatasi hambatan yang dihadapi Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, diharapkan adanya pemeriksaan yang lebih praktis tetapi efektif dalam pemeriksaan tindak pidana insubordinasi.

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tekad Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan serta melestarikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan dalam Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Disiplin prajurit mutlak harus ditegakan demi tumbuh dan berkembangnya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam mengemban dan mengamalkan tugas yang telah dipercayakan oleh bangsa dan Negara kepadanya. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban setiap prajurit untuk menegakan disiplin. Penegakan disiplin dikalangan angkatan bersenjata, harus dilaksanakan oleh setiap anggota tanpa melihat pangkat serta kedudukan. Upaya penegakan disiplin di dalam tata kehidupan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia memerlukan suatu tatanan disiplin prajurit berupa Undang-Undang tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Hal ini didasarkan, karena untuk pelanggaran tindak pidana tertentu, ancaman hukumannya dirasakan terlalu ringan kalau hanya berlaku hukum pidana umum.Tindak pidana militer pada umumnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer dibagi menjadi dua bagian yaitu

1. Tindak pidana militer murni adalah tindakan-tindakan terlarang atau diharuskan yang pada prinsipnya hanya mungkin dilanggar oleh seorang militer, karena keadaannya yang bersifat khusus atau karena suatu kepentingan militer menghendaki tindakan tersebut ditentukan sebagai tindak pidana.

2. Tindak pidana militer campuran adalah tindakan-tindakan terlarang atau diharuskan yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam perundangxii undangan lain, akan tetapi diatur lagi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer karena adanya sesuatu keadaan yang khas militer atau karena adanya sesuatu sifat yang lain, sehingga diperlukan ancaman pidana yang lebih berat bahkan mungkin lebih berat dari ancaman pidana pada kejahatan semula dengan pemberatan tersebut. Untuk menyelesaikan setiap tindak pidana militer yang terjadi jelas diperlukan juga hukum acara pidana militer yang akan memuat mengenai proses pemeriksaan suatu perkara pidana militer di dalam suatu pengadilan. Dalam Undang-undang No.31 Tahun 1997, dikemukakan mengenai kewenangan peradilan militer untuk menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.Peradilan Militer selain itu juga dapat mengadili tuntutan ganti rugi dan sengketa tata usaha di lingkungan angkatan bersenjata republik indonesia. Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman dilingkungan angkatan bersenjata dan berpuncak pada mahkamah agung sebagai pengadilan tertinggi. Pengadilan ini secara organisatoris dan administrasif berada dibawah pembinaan panglima. Pembinaan tersebut tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Pengadilan dalam peradilan militer terdiri dari :
1. Pengadilan Militer.
Memeriksa dan memutus pada tingkat pertama, terdakwa merupakan prajurit berpangkat kapten kebawah diatur dalam Pasal 9 UU No 31 tahun 1997 yang harus diadili pengadilan militer. 2. Pengadilan Militer Tinggi. Pengadilan ini juga memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha angkatan bersenjata, juga memeriksa dan memutus tingkat pertama dan terakhir banding dari pengadilan militer dalam daerah hukumnya.

3. Pengadilan Militer Utama.
Memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan tata usaha angkatan bersenjata yang diputus pengadilan militer tinggi. Pengadilan ini juga memutus perbedaan pendapat antara Perpera dan oditur mengenai diajukan atau tidak perlunya suatu perkara pada lingkungan peradilan umum atau peradilan militer.

4. Pengadilan Pertempuran.
Memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang dilakukan terdakwa di daerah pertempuran. Dengan keberadaan Peradilan militer di Indonesia, diharapkan dapat meminimalisir pelanggaran disiplin oleh anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Peradilan bukan hanya menjadi upaya represif, namun juga sebagai upaya preventif untuk mencegah adanya pelanggaran disiplin atau tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer.

Dalam peradilan militer, oditur sebagai penuntut umum memiliki kewajiban untuk membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer.Pembuktian dalam peradilan militer maka harus mendasarkan pada alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal 172 Undang-Undang 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Tindak pidana insubordinasi merupakan tindak pidana berupa perlawanan dari bawahan terhadap atasan yang lebih tinggi pangkatnya. Tindak pidana Insubordinasi ini biasanya dilakukan akibat dari reaksi bawahan tersebut terhadap perlakuan atasan kepadanya, sehingga sangat bersifat spontan sekali dan jarang ditemui alat bukti. Adapun alat bukti yang ada biasanya hanya keterangan saksi, sedangkan saksi dalam tindak pidana militer merupakan anggota militer yang berada dalam suatu kesatuan yang pada dasarnya menjunjung tinggi kesetiakawanan. Berdasarkan atas latar belakang masalah tersebut, maka penulis terdorong untuk menulis Penulisan Hukum dengan judul ”PENERAPAN ALAT BUKTI PADA PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA INSUBORDINASI YANG DILAKUKAN ANGGOTA TNI DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER (Studi Kasus Di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta)”.

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?