Pelaksanaan Perjanjian Beli Sewa Barang Elektronik Pada P.T. Adira Quantum Multi Finance Divisi Non Otomotif Solo Baru Sukoharjo
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji permasalahan mengenai pelaksanaan perjanjian beli sewa barang elektronik pada P.T. Adira Quantum Multifinance Divisi Non Otomotif Solo Baru Sukoharjo, dalam hal prosedur pembuatan perjanjian beli sewa barang elektronik pada P.T. Adira Quantum Multi Finance Divisi Non Otomotif Solo Baru Sukoharjo; bentuk perjanjian Beli Sewa barang elektronik pada P.T. Adira Quantum Multi Finance Divisi Non Otomotif Solo Baru Sukoharjo; dan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian beli sewa pada P.T. Adira Quantum Multi Finance Divisi Non Otomotif Solo Baru Sukoharjo khususnya risiko dan wanprestasi serta penyelesaiannya. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama penelitian ini. Sedangkan data sekunder digunakan sebagai pendukung data primer. Data primer yang dipakai pada penelitian ini adalah diperoleh melalui teknik pengumpulan data wawancara dengan Staf P.T. Adira Quantum Multi Finance Divisi Non Otomotif Solo Baru Sukoharjo dan beberapa konsumen yang menggunakan jasa perjanjian beli sewa pada P.T. Adira Quantum Multi Finance Divisi Non Otomotif Solo Baru Sukoharjo. Data sekunder diperoleh dari bahan dalam buku-buku, dan literatur-literatur lainnya, serta arsip atau dokumen-dokumen dari P.T. Adira Quantum Multi Finance Divisi Non Otomotif Solo Baru Sukoharjo yang berkaitan dengan penelitian ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi dokumen. Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif interaktif mengalir yaitu data yang telah terkumpul harus dipisah-pisahkan atau dipilih menurut kategori masing-masing dan kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban masalah penelitian. Prosedur pembuatan perjanjian beli sewa barang elektronik pada P.T. Adira Quantum Multi Finance Divisi Non Otomotif Solo Baru Sukoharjo yaitu mengisi Formulir Aplikasi Pembiayaan dan melengkapi persyaratan lainnya. Bentuk perjanjian beli sewa pada P.T. Adira Quantum Multi Finance Divisi Non Otomotif Solo Baru Sukoharjo adalah berbentuk perjanjian baku, di bawah tangan dan berbentuk tertulis serta ditandatangani di atas materai tanpa menggunakan saksi. Permasalahan timbul dalam perjanjian beli sewa barang elektronik pada P.T. Adira Quantum Multi Finance Divisi Non Otomotif Solo Baru Sukoharjo khususnya risiko dan wanprestasi. Risiko ditanggung Pembeli Sewa. Wanprestasi yang timbul adalah debitur terlambat berprestasi yaitu Pembeli Sewa terlambat membayar angsuran, sehingga banyak objek perjanjian beli sewa ditarik. Cara penyelesaian wanprestasi adalah Penjual Sewa memberikan peringatan kepada Pembeli Sewa untuk membayar angsuran, jika Pembeli Sewa tetap mengabaikan maka objek perjanjian beli sewa tersebut dapatlah ditarik oleh Penjual Sewa sebagaimana terdapat dalam perjanjian beli sewa yang dibuat oleh para pihak.
Untuk mendapatkan daftar lengkap contoh skripsi hukum lengkap / tesis hukum lengkap, dalam format PDF, Ms Word, dan Hardcopy, silahkan memilih salah satu link yang tersedia berikut :
Contoh Tesis
- Daftar Contoh Tesis Hukum Tata Negara
- Daftar Contoh Tesis Hukum Internasional
- Daftar Contoh Tesis Kriminologi
- Daftar Contoh Tesis Kepolisian
- Daftar Contoh Tesis Hukum Agraria
- Daftar Contoh Tesis Hukum Perdata
- Daftar Contoh Tesis Hukum Pidana
Contoh Skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia akan selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, untuk memenuhi semua kebutuhan hidup adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Ini dikarenakan tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama untuk menyediakan dana demi mencukupi kebutuhan hidupnya. Salah satu alasannya adalah orang tersebut tidak memiliki penghasilan yang besar tetapi ingin memenuhi kebutuhannya. Sebagai jalan keluar bagi masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhan hidupnya tetapi tidak memiliki dana yang memadai, maka pada saat ini bisa diantisipasi dengan mengadakan suatu perjanjian yang lazim disebut perjanjian beli sewa. Latar belakang timbulnya beli sewa pertama kali adalah untuk menampung persoalan bagaimanakah caranya memberikan jalan keluar, apabila pihak penjual menghadapi banyaknya permintaan untuk membeli barangnya, tetapi calon-calon pembeli tidak mampu membayar harga barang secara tunai. Pihak penjual bersedia menerima harga barang itu dicicil atau diangsur, tetapi ia memerlukan jaminan bahwa barangnya, sebelum harga dibayar lunas, tidak akan dijual lagi oleh si pembeli (Soebekti, 1986:34). Beli sewa muncul di tengah masyarakat Indonesia adalah merupakan akibat dari asas kebebasan berkontrak yang dianut oleh hukum perjanjian di Indonesia yang terdapat pada Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Asas kebebasan berkontrak ini memiliki pengertian bahwa bagi mereka yang sudah cakap (Pasal 1320 KUH Perdata) boleh mengadakan atau membuat perjanjian dalam bentuk apapun, baik yang diatur dalam undang-undang (KUH Perdata, KUH Dagang, dan atau ketentuan-ketentuan lain yang bersifat khusus), maupun bagi mereka yang sudah cakap boleh mengadakan atau membuat perjanjian di luar selain yang disebutkan atau diatur dalam perundang-undangan (Johannes Gunawan dan Lindawaty Sewu, 2004:44-45). Walaupun hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak, tetapi bukan berarti bagi mereka yang sudah cakap boleh membuat perjanjian tanpa batas. Undang-undang memberikan batasan kebebasan tersebut seperti yang disebutkan dalam Pasal 1337 KUH Perdata yaitu bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan baik kesusilaan atau ketertiban umum. Kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang memberikan keleluasan masyarakat membuat perjanjian di luar perundang-undangan. Perjanjian ini disebut perjanjian innominaat.
Menurut Salim H.S. perjanjian innominaat adalah perjanjian yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat dan perjanjian ini belum dikenal pada saat KUH Perdata diundangkan. Ini dapat kita lihat dari munculnya perjanjian beli sewa, perjanjian waralaba, perjanjian joint venture, dan perjanjianperjanjian lainnya yang tidak ada dalam perundang-undangan. Walaupun tidak diatur dalam perundang-undangan tetapi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian tersebut berlaku sebagai sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya para pihak yang membuat perjanjian tersebut terikat atau dengan kata lain wajib melaksanakan segala ketentuan yang terdapat dalam perjanjian tersebut (Salim H.S., 2004:17). “Perjanjian beli sewa merupakan perjanjian campuran yaitu campuran antara perjanjian jual beli dengan perjanjian sewa menyewa. Artinya bahwa dalam perjanjian beli sewa dimana terkandung unsur perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa. Dalam perjanjian beli sewa selama harga belum dibayar lunas maka hak milik atas barang tetap berada pada si Penjual Sewa (kreditur), meskipun barang sudah berada di tangan Pembeli Sewa (debitur). Hak milik baru beralih dari Penjual Sewa kepada Pembeli Sewa setelah Pembeli Sewa membayar angsuran terakhir untuk melunasi harga barang” (Suharnoko, 2005:65). Pembeli Sewa tidak diperkenankan untuk menjual barang yang masih dalam proses pengangsuran atau belum melunasi angsuran terakhir. Apabila Pembeli Sewa menjual barang tersebut sebelum membayar angsuran terakhir, maka Pembeli Sewa dapat diancam dengan hukum pidana atas tuduhan penggelapan yang terdapat dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XXIV Tentang Penggelapan (Nico Ngani dan A. Qirom Meliala, 1984:29).
Masyarakat memiliki kemampuan yang tidak sama untuk membeli barang, dalam praktek lebih banyak yang tidak memiliki kemampuan untuk membeli barang secara kontan/tunai. Jika masyarakat harus membeli suatu barang dengan pembayaran kontan/tunai, maka akan terjadi penumpukkan produk yang tidak terjual. Daya beli masyarakat yang menurun adalah asal muasal penumpukkan produk yang tidak terjual tersebut. Demi menyiasati problematika yang terjadi di antara Pengusaha dan masyarakat yang tidak mampu membeli barang dengan pembayaran lunas, maka perjanjian beli sewa adalah jalan keluarnya. Dimana Pengusaha dan masyarakat sama-sama diuntungkan, yaitu Pembeli Sewa sebagai penyewa sebelum angsuran terakhir dilunasi dan pengusaha tetap mendapat keuntungan karena produknya terjual walaupun dengan sistem angsuran. Barangbarang yang menjadi obyek perjanjian beli sewa banyak sekali macamnya dan harga setiap barangnya tidak murah. Barang-barang tersebut biasanya adalah kendaraan (motor, mobil, dan sebagainya), elektronik (televisi, radio, dan ebagainya), rumah, dan barang-barang lainnya yang relatif tahan lama. Pelaksanaan perjanjian yang dibuat tidaklah selalu berjalan mulus sesuai yang direncanakan oleh para pihak. Dalam hal pelaksanaan perjanjian beli sewa, apabila Pembeli Sewa (debitur) melakukan wanprestasi atau ingkar janji atau cidera janji maka Penjual Sewa (kreditur) dapat melakukan upaya penyelesaiannya sesuai yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut. Namun, dalam pelaksanaannya banyaklah permasalahan yang akan timbul baik dari Penjual Sewa (kreditur) maupun Pembeli Sewa (debitur), salah satu contohnya adalah Pembeli Sewa (debitur) tidak membayar angsuran yang telah disepakati. Hal-hal yang telah dikemukakan di atas merupakan hal yang melatar elakangi penulis memilih prosedur pembuatan perjanjian beli sewa, bentuk perjanjian beli sewa, serta permasalahan apa timbul khususnya wanprestasi dan risiko dalam pelaksanaan perjanjian beli sewa sebagai pokok bahasan. Ini dikarenakan pelaksanaan perjanjian beli sewa sangat menarik untuk diteliti dan diwujudkan ke dalam sebuah penelitian hukum yang berbentuk karya ilmiah. Untuk lebih memfokuskan penelitian ini maka penulis mengambil perjanjian beli sewa barang elektronik dalam sebuah lembaga pembiayaan dengan judul skripsi : “PELAKSANAAN PERJANJIAN BELI SEWA BARANG ELEKTRONIK PADA P.T. ADIRA QUANTUM MULTI FINANCE DIVISI NON OTOMOTIF SOLO BARU SUKOHARJO”.
Leave a Reply