Secara umum hipotesa dapat diuji dengan dua macam cara, yakni menguji hipotesa dengan konsistensi logis dan menguji hipotesa dengan cara mencocokkan dengan fakta.
1. MENGUJI HIPOTESA DENGAN KONSISTENSI LOGIS
Cara pertama dalam menguji suatu hipotesa adalah dengan konsistensi logis. Logika dalam hal ini sangat berperan. Kata logika berasal dari bahasa Yunani “logos” yang berarti kata atau pikiran. Logika merupakan cabang filsafat yang menyelidiki kelurusan berfikir (ketepatan berfikir). Logika sangat berhubungan erat dengan metode berfikir. Evans dan Gamertsfelder (1937: 3) dalam Nazir (1988: 197) mengemukakan bahwa logika adalah studi tentang operasional memberi alasan, dengan mana fakta-fakta diamati, bukti-bukti dikumpulkan dan kesimpulan yang wajar diambil.
Terdapat dua cara dalam memberikan alasan, yakni cara deduktif (dari umum ke khusus) dan induktif (dari khusus ke umum).
ALASAN DEDUKTIF
Alasan deduktif merupakan suatu cara dalam memberikan alasan yang berangkat dari pernyataan-pernyataan yang umum dan menarik kesimpulan yang bersifat lebih khusus. Penarikan kesimpulan dengan cara deduktif ini disebut sebagai silogisme. Silogisme terdiri atas dua pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Pembagian Silogisme
– Silogisme kategorik
Silogisme jenis ini merupakan silogisme yang semua proposisinya (pernyataannya) merupakan kategori. Proposisi yang mendukung silogisme disebut premis yang nantinya dibedakan menjadi dua yakni premis mayor dan premis minor. Premis mayor merupakan premis yang pernyataannya menjadi preikat, sedangkan premis minor merupakan premis yang pernyataannya menjadi subjek.
Contoh:
Premis mayor | : | semua tumbuhan membutuhkan air |
Premis minor | : | beringin adalah tumbuhan |
Kesimpulan | : | Beringin membutuhkan air |
Dalam silogisme jenis ini, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah sebagai berikut:
– Apabila salah satu premis bersifat partikular (sebagian), maka kesimpulannya adalah partikular juga.
Contoh:
Premis mayor | : | Semua siswa yang belajar naik kelas |
Premis Minor | : | Sebagian siswa tidak naik kelas |
Kesimpulan | : | Sebagian siswa tidak belajar |
– Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya negatif
Contoh:
Premis Mayor | : | Semua korupsi tidak disenangi |
Premis Minor | : | Sebagian pejabat korupsi |
Kesimpulan | : | Sebagian pejabat tidak disenangi |
– Apabila kedua premis bersifat partikular (sebagian), maka tidak dapat diambil kesimpulan
Contoh:
Premis Mayor | : | Beberapa pejabat tidak jujur |
Premis Minor | : | Sutiyoso adalah pejabat |
Kesimpulan | : | tidak dapat diambil kesimpulan, karena belum tentu Sutiyoso tidak jujur. |
– Pernyataan penengah harus memiliki makna sama. Karena bila memiliki makna ganda, tidak dapat diambil kesimpulannya.
Contoh:
Premis Mayor | : | Bulan itu bersinar dilangit |
Premis Minor | : | Februari adalah bulan |
Kesimpulan | : | tidak dapat ditarik kesimpulan. Karena bulan disini memiliki makna ganda |
– Silogisme harus terdiri dari pernyataan subjek, predikat, dan term
– Silogisme hipotetik
Silogisme hipotetik merupakan argumentasi dengan tiga proposisi, yakni premis mayor sebagai proposisi hipotetik, premis minor dan kesimpulan yang keduanya sebagai proposisi kategori.
Dalam silogisme hipotetik, terdapat beberapa macam bentuk yaitu:
– Premis minor mengakui bagian antecedent
Contoh:
Premis Mayor | : | Jika hujan saya memakai payung |
Premis Minor | : | Sekarang hujan |
Kesimpulan | : | Saya memakai payung |
– Premis minor mengakui bagian konsekuen
Contoh:
Premis Mayor | : | Jika hutan ditebang, maka akan gundul |
Premis Minor | : | Sekarang hutan sudah gundul |
Kesimpulan | : | Hutan telah ditebang |
– Premis minor mengingkari antecedent
Contoh:
Premis Mayor | : | Bila penembangan hutan dilakukan dengan liar, hutan akan gundul |
Premis Minor | : | Penebangan hutan tidak dilakukan dengan liar |
Kesimpulan | : | Hutan tidak akan gundul |
– Premis minor mengingkari konsekuen
Contoh:
Premis Mayor | : | Bila hujan turun deras, Jakarta banjir |
Premis Minor | : | Jakarta tidak banjir |
Kesimpulan | : | Hujan tidak turun deras |
Sama halnya dengan silogisme kategori, dalam silogisme hipotetik terdapat beberapa aturan-aturan. Aturan tersebut adalah:
– Bila antecedent terlaksana maka konsekuen juga akan terlaksana
– Bila antecedent TIDAK terlaksana maka konsekuen juga TIDAK terlaksana
– Bila konsekuen terlaksana, maka anteseden juga terlaksana
– Bila konsekuen TIDAK terlaksana maka anteseden juga TIDAK terlaksana
– Silogisme disjungtif
Terdapat dua bentuk proposisi disjungtif, yakni proposisi disjungtif sempurna dan proposisi disjungtif tidak sempurna. Proposisi disjungtif sempurna memiliki alternatif kontradiktif, sedangkan proposisi disjungtif tidak sempurna alternatifnya tidak berbentuk kontradiktif.
Dapat dikatakan dengan dua rumus, yaitu:
“ A mungkin B mungkin non-B”
Contoh:
Siswa kelas II berbaju putih atau non-putih.
Sani mungkin masih di belakang rumah mungkin di depan rumah.
atau “ A mungkin B mungkin C”
Contoh:
Siswa kelas II berbaju hitam atau putih.
Sani berada di pasar atau di rumah.
Dari contoh tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa silogisme disjungtif merupakan silogisme yang premis mayornya keputusan disjungtif, sedangkan premis minornya keputusan kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebutkan oleh premis mayor.
Silogisme disjungtif dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
– Premis minornya MENGINGKARI salah satu alternatif, kesimpulannya adalah MENGAKUI alternatif yang lain
Contoh:
Alfa berada di luar atau di dalam |
Ternyata Alfa tidak ada di luar
Jadi, Alfa berada di dalamAlfa berada di luar atau di dalam
Ternyata Alfa tidak ada di dalam
Jadi , Alfa berada di luar
– Premis minornya MENGAKUI salah satu alternatif, kesimpulannya adalah MENGINGKARI alternatif yang lain.
Contoh:
Faizal di masjid atau di kampus |
Faizal berada di masjid
Jadi, Faizal tidak berada di kampusFaizal di masjid atau di kampus
Faizal berada di kampus
Jadi, Faizal tidak berada di masjid
Sama halnya dengan silogisme yang lain, dalam silogisme disjungtif juga memiliki beberapa ketentuan. Ketentuan tersebut antara lain sebagai berikut:
– Silogisme disjungtif dalam arti sempit, kesimpulan yang dihasilkan selalu benar apabila prosedur penyimpulannya valid.
Contoh:
Ahmad berbaju putih atau tidak putih |
Ternyata ia berbaju putih
Berarti ia bukan tidak berbaju putihAhmad berbaju putih atau tida putih
Ternyata ia tidak berbaju putih
Berarti ia berbaju bukan putih
– Silogisme disjungtif dalam arti luas, kebenaran kesimpulannya adalah sebagai berikut:
1. Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka kesimpulannya benar.
Contoh:
Alfa jadi siswa IPA atau IPS |
Ia siswa IPA
Jadi, ia bukan siswa IPSAlfa jadi siswa iPA atau IPS
Ia siswa IPS
Jadi, ia bukan siswa IPA
2. Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, maka kesimpulannya tidak benar (salah).
Contoh:
Nazarudin itu kabur ke Bangkok atau ke Kolumbia |
Ternyata ia TIDAK kabur ke Kolumbia
Jadi, ia kabur ke Bangkok (tapi bisa jadi ia kabur ke negara lain) Nunun jadi pedagang atau guru
Ternyata ia BUKAN guru
Jadi, ia pedagang (bisa jadi Nunun seorang penjahit)
ALASAN INDUKTIF
Alasan induktif merupakan cara berfikir untuk memberi alasan yang dimulai dengan pernyataan-pernyataan yang khusus untuk menyusun suatu argumentasi yang bersifat umum. Alasan induktif ini merupakan kebalikan dari cara berfikir deduktif. Sehingga dapat kita ketahui pengambilan keputusan pada alasan induktif ini adalah ditarik dari berbagai pernyataan khusus yang menghasilkan kesimpulan yang bersifat umum.
Misalnya:
Dari gambar tersebut dapat di lihat secara jelas bahwa pengambilan kesimpulan didasarkan pada hal-hal yang spesifik, sehingga kesimpulan tersebut bersifat umum.
Dalam Nazir (1988: 203) mengemukakan adanya keuntungan yang dapat diperoleh dengan penggunaan alasan induktif. Keuntugan tersebut adalah a) kesimpulan yang diambil yang mempunyai sifat umum, lebih ekonomis, berbagai fakta mempunyai hubungan dan pengumpulan fakta tersebut dapat merupakan satu asensi yang menyeluruh; b) kesimpulan yang bersifat umum tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan alasan lebih lanjut, baik secara induktif maupun secara deduktif.
- 2. Menguji dengan Mencocokkan dengan Fakta
Cara kedua dalam menguji hipotesa adalah dengan cara mencocokkan dengan fakta. Nazir (1988: 208) mengemukakan bahwa dalam suatu percobaan dapat dilakukan dengna dua cara, yakni:
– Manipulasi fisik
Maipulasi fisik dapat berupa manipulasi mekanis, dengan menggunakan listrik, dengan cara pembedahan, dengan cara farmakologi, dan sebagainya. Misalnya seorang peneliti ingin melihat pengaruh pemgkasan terhadap produksi kopi. Peneliti akan melakukan manipulasi fisik terhadap kopi percobaannya, yaitu memangkas tanaman kopi secara mekanis, dengan menggunakan pisau pemangkas. Seorang peneliti lain akan mencoba efektivitas racun hama, maka ia akan melakukan manipulasi farmakologis dalam percobaannya.
– Pemilihan bahan atau desain
Kontrol dalam percobaan juga dapat dikerjakana dengan seleksi, baik seleksi bahan ataupun terhadap desain percobaan yang akan digunakan. Dalam metode percobaan peneliti dapat memilih sesuka hati bahan-bahan yang digunakan asal saja bahan tersebut sesuai dengan tujuan, ataupun masalah penelitian yang dipilih.
Dengan desain percobaan yang dipilih, jumlah replikasi dan perlakuan dapat diatur, dan pengamatan dilakukan untuk menguji hipotesa. Jika data cocok dengan hipotesa, maka hipotesa diterima. Sebaliknya, jika hasil percobaan tidak cocok dengan hipotesa, maka hipotesa ditolak.
Atau menghubungi nomor kontak berikut 0852.2588.7747 (AS) atau BBM :5E1D5370 email IDTesis@gmail.com
Leave a Reply