CONTOH TESIS NO.1 Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Kejadian Stunting pada Balita (0-59 Bulan) di Negara Berkembang dan Asia Tenggara
Abstrak
Stunting adalah gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan kurang gizi yang berlangsung kronis.Keadaan gizi balita pendek menjadi penyebab 2,2 juta dari seluruh penyebab kematian balita di seluruh dunia. Tujuan dari review literatur ini adalah menganalisa efek dari faktor-faktor risiko determinan terhadap kejadian stunting pada balita. Desain penelitian ini adalah literature review. Artikel-artikel yang dipilih dengan search engine adalah artikel correlation research yang menggunakan study cross-sectionaldengan respondennya adalah anak dengan stunting usia 0-59 bulan. Kriteria inklusi artikel yang dipilih adalah anak dengan stunting, berusia 0-59 bulan, wilayah negara berkembang (termasuk wilayah Asia Tenggara), memiliki KMS, masih memiliki orang tua lengkap. Proses pencarian hingga pengeksklusian artikel-artikel yang digunakan untuk review literatur ini menggunakan metode PRISMA. Hasil penelitian menunjukkan faktor status gizi dengan berat badan lahir < 2.500 gram memiliki pengaruh secara bermakna terhadap kejadian stunting pada anak dan memiliki risiko mengalami stunting sebesar 3,82 kali. Faktor pendidikan ibu rendah memiliki pengaruh secara bermakna terhadap kejadian stunting pada anak dan memiliki risiko mengalami stunting sebanyak 1,67 kali. Faktor pendapatan rumah tangga yang rendah diidentifikasi sebagai predictor signifikan untuk stunting pada balita sebesar 2,1 kali. Faktor sanitasi yang tidak baik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kejadian stunting pada balita dan memiliki risiko mengalami stunting hingga sebesar 5,0 kali. Kesimpulan penelitian ini adalah semakin rendahnya berat badan lahir (BBLR), tingkat pendidikan ibu, pendapatan rumah tangga, dan kurangnya hygiene sanitasi rumah maka risiko balita menjadi stunting semakin besar.
BAB I
Ibu memegang peranan penting dalam mendukung upaya mengatasi masalah gizi, terutama dalam hal asupan gizi keluarga, mulai dari penyiapan makanan, pemilihan bahan makanan, sampai menu makanan. Ibu yang memiliki status gizi baik akan melahirkan anak yang bergizi baik. Kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan baik dalam jumlah maupun mutu gizinya sangat berpengaruh bagi status gizi anak. Keluarga dengan penghasilan relatif tetap, prevalensi berat kurang dan prevalensi kependekan lebih rendah dibandingkan dengan keluarga yang berpenghasilan tidak tetap.7 Sebagaimana diketahui bahwa asupan zat gizi yang optimal menunjang tumbuh kembang balita baik secara fisik, psikis, maupun motorik atau dengan kata lain, asupan zat gizi yang optimal pada saat ini merupakan gambaran pertumbuhan dan perkembangan yang optimal pula di hari depan.3 Tujuan dari reviewliteratur ini adalah menganalisa efek dari faktor-faktor risiko terhadap kejadian stunting pada balita di negara berkembang dan Asia Tenggara
Teknik Analisis
Metode pengkajian kualitas studi menggunakan aplikasi Critical Appraisal Skills Programme. Proses selanjutnya adalah ekstraksi data dengan mengelompokkan data menurut variabel yang ingin dikaji.
CONTOH TESIS NO.2 Faktor Risiko Stunting pada anakdi Negara Berkembang
Abstrak
Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa salah satu penyebab stunting pada anak adalah karena tidak terpenuhinya gizi yang baik pada kurun waktu yang panjang dan sering kali tidak disadari oleh orang tuanya sehingga setelah anak usia di atas 2 tahun baru terlihat bahwa anaknya mengalami stunting. Berdasarkan hasil literature review menunjukkan bahwa faktor risiko terjadinya stunting adalah panjang lahir berisiko 16,43 kali,pendidikan ibu yang rendah berisiko 3,27 kali, serta anak yang tinggal di desaberisiko 2,45 kali, BBLRberisiko 4,5 kali,tidak ANCberisiko3,4 kali, tidak imunisasi berisiko 6,38 kali, dan tidak ASI Eksklusif berisiko 4,0 kali adalah merupakan faktor risiko stunting anak di negaraberkembang.
BAB I
Dampak jangka panjang hingga berulang dalam siklus kehidupan pada balita stunting terjadi pada titik kritis pada masa 10 00 Hari Pertama Kehidupansebagai awal terjadinya pertumbuhan11. Kurang gizi sebagai penyebab langsung, khususnya pada balita berdampak jangka pendek meningkatnya morbiditas. Stunting ini bersifat kronis, sehingga dapat mempengaruhi fungsi kognitif anak di mana tingkat kecerdasan yang rendah dan berdampak pada kualitas sumber daya manusia.
CONTOH TESIS NO.3 Faktor risiko stuntingpada anak umur 12-24 bulan
Abstrak
Hasil multivariat menunjukan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian stunting pada anak umur 12-24 bulan di Kecamatan Brebes adalah tingkat kecukupan energi yang rendah OR=7,71 (95%CI:3,63-16,3 p=0,001); protein yang rendah OR=7,65 (95%CI:3,67-15,9 p=0,001); seng yang rendah OR=8,78 (95%CI:3,53-21,5; p=0,001), berat badan lahir rendah OR=3,63 (95%CI:1,65-7,96 p=0,002)dan tingginya pajanan pestisida OR=8,48; (95%CI:3,93-18,28 p=0,001). Kelima variabel tersebut memberikan kontribusi terhadap stunting sebesar 45%. Ketaatan konsumsi vitamin A, frekuensi diare dan ISPA bukan merupakan faktor risiko terhadap kejadian stunting dalam penelitian ini.
BAB I
Prevalensi stunting menurut Rikesdas 2013 angka nasional sebesar 37,2% yang berarti adanya peningkatan dibandingkan tahun 2007 (36,8%). Prevalensi stuntingdi Provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 28,6% dimana untuk kategori sangat pendek 11,0% sedangkan prevalensi di Kabupaten Brebes untuk kategori sangat pendek sebesar 16,8% angka ini melebihi prevalensi stunting di Jawa Tengah.
Teknik Analisis
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan kasus kontrol pada 77 kasus (stunting) dan 77 kontrol (normal) di Kecamatan Brebes. Data berat badan lahir, panjang badan lahir, status penyakit, pajanan pestisida diperoleh melalui wawancara mengunakan kuesioner tersuktur. Analisis dilakukan dengan Odd Ratio (OR) dan regresi logistik berganda.
CONTOH TESIS NO.4 FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD WONOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2016
Abstrak
Hasil analisis bivariat menunjukkan hipertensi dalam kehamilan, anemia, risiko KEK dan tinggi badan ibu berhubungan dengan kejadian stunting pada bayi baru lahir. Analisis multivariat menunjukkan tinggi badan ibu p-value 0,001; OR 3,918; 95% CI (1,747-8,788), risiko KEK p-value 0,024; OR 2,789; 95% CI (1,143-6,792), dan status anemia p-value 0,047; OR 2,149; 95% CI (1,011-4566). Hipertensi dalam kehamilan dan jarak kelahiran bukan faktor risiko kejadian stunting pada bayi baru lahir
BAB I
Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus, karena berdampak jangka pendek maupun jangka panjang yang berkaitan dengan sektor kesehatan, pembangunan dan ekonomi. Menurut Stewart CP, Ionnatti L, Dewey KG, Michaelsen KF dan Onyango AW mengkategorikan dampak stunting dalam jangka waktu panjang dan pendek yang terbagi dalam tiga bidang yaitu kesehatan, pembangunan dan ekonomi. Dampak jangka pendek dalam bidang kesahatan akan meningkatkan kesakitan dan kematian, bidang pembangunan dapat menurunkan kemampuan kognitif, motorik dan kemampuan bahasa, bidang ekonomi akan meningkatkan pengeluaran biaya kesehatan dan meningkatkan peluang biaya perawatan anak sakit.
Teknik Analisis
Teknik Aanalisis dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat
CONTOH TESIS NO.5 Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya
Abstrak
Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan banyaknya kasus gizi kurang. Malnutrisi merupakan suatu dampak keadaan status gizi. Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis. Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%) dan menduduki peringkat kelima dunia. Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Pencegahan stunting dapat dilakukan antara lain dengan cara 1.Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. 2.ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. 3.Memantau pertumbuhan balita di posyandu. 4.Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.
BAB I
Stunting atau perawakan pendek (shortness). suatu keadaan tinggi badan (TB) seseorang yang tidak sesuai dengan umur, yang penentuannya dilakukan dengan menghitung skor Z-indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Seseorang dikatakan stunting bila skor Z-indeks TB/U- nya di bawah -2 SD (standar deviasi). Kejadian stunting merupakan dampak dari asupan gizi yang kurang, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, tingginya kesakitan, atau merupakan kombinasi dari keduanya. Kondisi tersebut sering dijumpai di negara dengan kondisi ekonomi kurang
CONTOH TESIS NO.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada AnakBalita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan (The Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and Urban Areas)
Abstrak
Pada tahun 2013 prevalensi stunting di Kabupaten Jember tertinggi di daerah pedesaan yaitu67% dan wilayah perkotaan tertinggi sebesar 27,27%. Apabila masalah stunting di atas 20%maka merupakan masalah kesehatan masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk menganalisisfaktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita di wilayah pedesaan danperkotaan. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain cross-sectional dandilakukan di Puskesmas Patrang dan Puskesmas Mangli untuk perkotaan dan PuskesmasKalisat untuk pedesaan dengan jumlah sampel sebanyak 50 responden. Analisis datamenggunakan analisis chi-square, mann whitney dan regresi logistik dengan ?=0,05. Hasilanalisis menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balitayang berada di wilayah pedesaan dan perkotaan adalah pendidikan ibu, pendapatan keluarga,pengetahuan ibu mengenai gizi, pemberian ASI eksklusif, umur pemberian MP-ASI, tingkatkecukupan zink dan zat besi, riwayat penyakit infeksi serta faktor genetik. Namun, untuk statuspekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, status imunisasi, tingkat kecukupan energi, dan statusBBLR tidak mempengaruhi terjadinya stunting. Tingkat kecukupan protein dan kalsium diwilayah pedesaan menunjukkan hubungan yang signifikan sedangkan di wilayah perkotaan tidakmenunjukkan adanya hubungan. Faktor yang paling mempengaruhi terjadinya stunting padaanak balita di wilayah pedesaan maupun perkotaan yaitu tingkat kecukupan zink.
BAB I
Stunting pada anak balita merupakankonsekuensi dari beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan. Ada limafaktor utama penyebab stuntingya itu kemiskinan, sosial dan budaya, peningkatan paparan terhadap penyakit infeksi, kerawanan pangan dan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan [3]. Faktor yang berhubungan dengan status gizi kronis pada anak balita tidak sama antara wilayah perkotaan dan pedesaan, sehingga upaya penanggulangannya harus disesuaikan dengan faktor yang mempengaruhi.
Teknik Analisis
Analisis data menggunakan analisis chi-square, mann whitney dan regresi logistik dengan ?=0,05.
CONTOH TESIS NO.7 Faktor risiko stunting pada anak umur 6-24 bulan di kecamatan Penanggalan kota Subulussalam provinsi Aceh
Abstrak
Faktor risiko stunting pada keluarga berpenghasilan rendah (OR = 8,5, 95% CI: 2,68-26,89), yang menderita diare (OR = 5,04, 95% CI: 1,84-13, 81) dan ISPA (OR = 5,71, 95% CI: 1,95-16,67), asupan energi tidak adekuat (OR = 3,09, 95% CI: 1,02-9,39) dan asupan protein tidak adekuat (OR = 5,54, 95% CI: 2,43-12,63), perawakan pendek dari orang tua (OR = 11,13, 95% CI: 4,37-28,3), berat badan lahir rendah (OR = 3,26, 95% CI: 1,46-7,31), tidak menyusui ASI eksklusif (OR = 6,54, 95% CI: 2,84-15,06), memberikan makanan pendamping ASI terlalu cepat (OR = 6, 54, 95% CI: 2,84-15,06), dan pola asuh kurang (OR = 4,59, 95% CI: 2,05-10,25), praktik-praktik kebersihan anak (OR = 3, 26, 95% CI: 1,46-7,31) dan penanganan pengobatan anak (OR = 2,46, 95% CI: 1,13-5,34). Analisis regresi menunjukkan bahwa faktor risiko yang dominan untuk stunting adalah perawakan pendek dari orang tua (OR = 13,16, 95% CI: 3,72-46,52).
BAB I
Stunting pada anak mengakibatkan penurunan sistem imunitas tubuh dan meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi. Kecenderungan untuk menderita penyakit tekanan darah tinggi, diabetes,jantung dan obesitas akan lebih tinggi ketika anak stunting menjadi dewasa.3 Anak stunting mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih rendah dibandingkan ratarata anak yang tidak stunting. Penelitian di Wonogiri pada anak SD umur 9-12 tahun menunjukkan bahwa anak yang stunting memiliki risiko 9,2 kali lebih besar untuk memiliki nilai IQ di bawah rata-rata, dan ratarata prestasi belajar lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak stunting
Teknik Analisis
Teknik Analisis Dalam Penelitian Ini Yaitu Analisis Univariet Dan Bivariat.
CONTOH TESIS NO.8 Model Pengendalian Faktor Risiko Stunting pada Anak Usia di Bawah Tiga Tahun
Abstrak
Stunting merupakan masalah gizi, terbukti data pemantauan status gizi Kabupaten Banyumas 2012 prevalensi stunting sebesar 28,37% dan prevalensi tertinggi (41,6%) di Puskesmas Kedungbanteng. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor risiko terkait faktor anak, ibu, lingkungan terhadap stunting bawah tiga tahun (batita) agar dapat dikembangkan model pengendaliannya. Penelitian menggunakan desain kasus kontrol, populasi adalah seluruh anak usia 6 sampai 36 bulan di Puskesmas Kedungbanteng Kabupaten Banyumas selama enam bulan tahun 2013. Sampel kasus adalah 50 batita stunting, sampel kontrol adalah 50 batita status normal. Teknik pengambilan sampel kasus diambil dari tujuh desa yang terbanyak stuntingnya, sedangkan kontrol adalah batita normal tetangga terdekat kasus dengan usia yang disamakan. Pengumpulan data dengan wawancara dan pengukuran. Analisis data univariat, bivariat (uji kai kuadrat), dan multivariat (uji regresi logistik ganda). Hasil penelitian menemukan karakteristik batita stunting terkena penyakit infeksi (82%), riwayat panjang badan lahir < 48 centimeter (66%), riwayat pemberian ASI dan makanan pendamping ASI kurang baik (66%), riwayat berat badan lahir rendah (8%). Pada penelitian ini, faktor risiko stunting adalah penyakit infeksi, pelayanan kesehatan, immunisasi, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, ketersediaan pangan keluarga, dan sanitasi lingkungan. Faktor yang paling dominan adalah penyakit infeksi. Model pengendalian stunting melalui peningkatan pemberdayaan keluarga terkait pencegahan penyakit infeksi, memanfaatkan pekarangan sebagai sumber gizi keluarga dan perbaikan sanitasi lingkungan.
BAB I
Stunting atau terhambatnya pertumbuhan tubuh merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi yang ditandai dengan tinggi badan menurut usia di bawah stan dar deviasi (< – 2 SD) dengan referensi World Health Organization (WHO) 2005. Stunting merupakan refleksi jangka panjang dari kualitas dan kuantitas makanan yang tidak memadai dan sering menderita infeksi selama masa kanak-kanak.1 Anak yang stunting merupakan hasil dari masalah gizi kronis sebagai akibat dari makanan yang tidak berkualitas, ditambah dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan masalah lingkungan.2 Stunting masa kanak-kanak berhubungan dengan keterlambatan perkembangan motorik dan tingkat kecerdasan yang lebih rendah.3 Selain itu, juga dapat menyebabkan depresi fungsi imun, perubahan metabolik, penurunan perkembangan motorik, rendahnya nilai kognitif dan rendahnya nilai akademik. Anak yang menderita stunting akan tumbuh menjadi dewasa yang berisiko obesitas, glucose tolerance, penyakit jantung koroner, hipertensi, osteoporosis, penurunan performa dan produktivitas
Teknik Analisis
Penentuan model pengendalian faktor risiko didasarkan hasil analisis multivariat dikaitkan dengan kerangka pikir The United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 1990 tentang determinan penyebab timbulnya kekurangan gizi pada ibu dan anak.
CONTOH TESIS NO.9 Faktor risiko kejadian stunting pada anak umur 6-36 bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat Hulu, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat
Abstrak
Kejadian stunting berhubungan signifi kan dengan pekerjaan ibu, tinggi badan ayah, tinggi badan ibu, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, pola asuh, dan pemberian ASI eksklusif (p<0,05). Kejadian stunting tidak berhubungan dengan, pekerjaan ayah, pola makan, lama pemberian ASI, penyakit infeksi, dan pendidikan ibu (p>0,05).
BAB I
Stunting pada anak balita merupakan indikator status gizi yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau. Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif dan perkembangan motorik yang rendah, dan fungsi tubuh yang tidak seimbang. Kejadian stunting berhubungan dengan berbagai macam faktor antara lain lingkungan keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pola asuh, pola makan dan jumlah anggota rumah tangga), faktor gizi (ASI eksklusif dan lama pemberian ASI), faktor genetik, penyakit infeksi, dan kejadian BBLR. Menurut hasil riset kesehatan dasar, prevalensi anak balita yang menderita stunting di Indonesia pada tahun 2010 masih tinggi sebesar 35,6%, dan 39,7% di Provinsi Kalimantan Barat
Teknik Analisis
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Populasinya adalah seluruh balita yang ada di wilayah pedalaman Kecamatan Silat Hulu Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat. Analisis data menggunakan uji chi-square dan untuk mengetahui variabel paling determinan terhadap stunting dilakukan analisis regresi logistik.
CONTOH TESIS NO.10 ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS OEPOI
Abstrak
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama. Stunting sebagai akibat dari pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stunting, namun tiap daerah memiliki perbedaan yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting. Tujuan penelitian ini menganalisis faktor risiko kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Oepoi. Metode yang digunakan penelitian observasional analitik dengan rancangan case control study dengan 114 sampel. Teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling untuk kelompok kasus yaitu 57 balita stunting dan kelompok control yang terdiri dari 57 balita normal. Analisis data yang dilakukan adalah univariat dan bivariate dengan uji chi square dan Odds Ratio. Hasil uji analisis faktor risiko dengan kejadian stunting yaitu nilai variabel asupan energi (OR: 6,143; p: 0,000), asupan protein (OR: 7,500; p: 0,000), status ekonomi keluarga (OR: 3,338; p: 0,004), jenis kelamin (OR: 0,513; p: 0,125), berat badan lahir balita (OR: 2,487; p: 0,178), status imunisasi (OR: 1,698; p: 0,556), pemberian ASI eksklusif (OR: 0,612; p: 0,546), riwayat penyakit infeksi (OR: 1,810; p: 0,334), pendidikan orang tua (OR: 1,950; p: 0,125), dan pekerjaan orang tua (OR: 0,525; p: 0,315). Kesimpulan penelitian ini faktor risiko dari kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Oepoi adalah asupan energi, asupan protein, dan status ekonomi keluarga.
BAB I
Banyaknya balita yang mengalami stunting tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan penelitian didapati beberapa faktor yaitu asupan makanan balita (asupan energi dan protein), status penyakit infeksi (diare dan infeksi saluran nafas atas / ISPA), pemberian Ais Susu Ibu (ASI) eksklusif, status imunisasi balita, karakteristik balita (umur, jenis kelamin, dan berat bayi lahir), dan factor karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan status ekonomi keluarga)
Teknik Analisis
Analisis data untuk penelitian ini menggunakan analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum masalah penelitian dengan mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan dalam penelitian ini; Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel tertikat dan variabel bebas dan untuk menginterpretasikan hubungan.
CONTOH TESIS NO.11 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KLECOREJO KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018
Abstrak
Faktor risiko yang secara bersama-sama terbukti mempunyai hubungan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun yaitu pekerjaan (p=0,001 dan aPOR=2,89), pendapatan keluarga (p=0,000 dan aPOR=6,26), riwayat ASI eksklusif (p=0,000 dan aPOR=3,36), riwayat BBLR (p=0,002 dan aPOR=2,62). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan dengan kejadian stunting yaitu pendidikan (p=0,752 dan aPOR=1,13) dan pola pemberian makan (p=0,773 dan aPOR=0,912).
Kesimpulan variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah pekerjan, pendapatan keluarga, riwayat ASI eksklusif dan riwayat BBLR. Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat diberikan yaitu lebih meningkatkan pemantauan secara rutin terhadap pelaksanaan pemberian PMT ibu hamil yang sudah diberikan, serta edukasi saat ibu hamil berkunjung ke puskesmas.
BAB I
Prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2013 adalah sebesar 37,2%, kemudian jika dibandingkan dengan persentase tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%), prevalensi tersebut mengalami peningkatan dan diketahui dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18% sangat pendek. Pada Tahun 2016 Kementrian Kesehatan melaksanakan Pemantauan Status Gizi (PSG) yang merupakan hasil studi potong lintang dengan sampel rumah tangga yang mempunyai balita di Indonesia, hasil mengenai persentase balita pendek atau stunting tinggi di Jawa Timur dengan prevalensi mengalami peningkatan di tahun 2016 sebesar 26,1% dan tahun 2017 sebesar 26,7% (Dinkes Kabupaten Madiun, 2017), di Jawa Timur daerah yang bervalensi sedang sebanyak 8 kabupaten/kota salah satunya di Kabupaten Madiun (20.7%) di tahun 2017.
Kerangka Berpikir
Teknik Analisis
Data yang telah diperoleh dari penelitian ini kemudian dianalisisdengan menggunakan program aplikasi pengolah data statistik 16.0. analisis data pada penelitian ini adalah univariet dan bivariet
CONTOH TESIS NO.12 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungtuban, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora)
Abstrak
Hasil dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara riwayat BBLR (p=0,000), riwayat pemberian ASI Eksklusif (p=0,000), riwayat pemberian MPASI (p=0,000), usia ibu saat hamil (p=0,001), usia kehamilan ibu (p=0,000), tinggi badan ibu (p=0,000), tinggi badan ayah (p=0,000), status gizi ibu saat hamil (p=0,000), jarak kelahiran (0,021), status pendidikan ibu (p=0,001) dan riwayat ISPA (0,000) dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungtuban.
BAB I
Pada tahun 2019, kasus meningkat menjadi 624 kasus yang terdiri atas 418 kasus terjadi pada usia 24-59 bulan dan 206 kasus pada usia 0-23 bulan, kasus stunting yang terjadi tersebar merata di seluruh wilayah kerja Puskesmas Kedungtuban. Secara keseluruhan jumlah balita di wilayah Puskesmas Kedungtuban adalah 2.440 balita, yang ditimbang adalah 2.333 balita dan yang tidak mengalami stunting adalah 1.709 balita. Persebaran usia 0-12 bulan sebesar 250 balita, usia 13-23 bulan sebesar 827 balita dan usia 24-59 bulan sebesar 1.256 balita. Dan dari 26 puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Blora, Puskesmas Kedungtuban memiliki jumlah kasus yang paling tinggi bila dibandingkan dengan 25 puskesmas lainnya. Menurut WHO jika terdapat persentase kasus stunting di atas 20% maka dianggap sebagai masalah kesehatan yang harus segera mendapatkan penanganan.
Kerangka Berpikir
Teknik Analisis
Teknik Analisis dalam penelitian ini yaitu analisis univariet dan bivariet
CONTOH TESIS NO.13 FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTINGPADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH TAMBANG POBOYA, KOTA PALU
Abstrak
Balita yang mendapatkan ASI Eksklusif yaitu 28,6% (kelompok kasus) dan 65,1% (kelompok kontrol). Balita yang mendeirta penyakit infeksi yaitu 81,0% (kelompok kasus) dan 55,6% (kelompok kontrol). Adapun status imunisasi yang tidak lengkap yaitu 52,4% (kelompok kasus) dan 22,2% (kelompok kontrol). Balita tidak ASI eksklusif OR = 4,659 (CI 95% 1,583-13,708), riwayat penyakit infeksi OR = 3,400 (CI 95% 1,027-11,257) dan status imunisasi OR = 3,850 (CI 95% 1,358-10,916) merupakan faktor risiko kejadian stunting
BAB I
Stunting merupakan keadaan kurang gizi yang menggambarkan terhambatnya pertum-buhan, yang sudah berjalan lama dan memerlukan waktu untuk pulih kembali. Pertambangan emas Poboya merupakan sumber terbesar masuknya logam merkuri, bahaya yang ditimbulkan yaitu berpengaruh terhadap pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko ASI eksklusif, penyakit infeksi dan status imunisasi dengan ke-jadian stuntingpada balita usia 12-59 bulan di Wilayah Tambang Poboya.
Teknik Analisis
Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat.
CONTOH TESIS NO.14 HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO DENGAN STUNTING PADA ANAK USIA 3-5 TAHUN DI TK/PAUD KECAMATAN TUMINTING
Abstrak
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak yangmerupakan akibat dari kekurangan gizi kronis dan/atau infeksi berulang yang menyebabkan anak terlalu pendek untuk usianya.Stuntingpada anak usia 3-5 tahun akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia (SDM). Indonesia merupakan negara ke-5 tertinggi dengan prevalensi stunting, dan di Sulawesi Utara hasil pemantauan status gizi (PSG) 2017 berada di angka 31,4%, serta di Kota Manado, ada 31,9% anak stunting.Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi, seperti penghasilan orang tua, ASI eksklusif,riwayat infeksi diare dan ISPA.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor risiko dengan stuntingpada anak usia 3-5 tahun di TK/PAUD Kecamatan Tuminting.Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik dan desain penelitian cross sectionalatau potong lintang. Dengan jumlah sampel 80 anak usia 3-5 tahun. Analisis data bivariate digunakan uji chi square(). Kemaknaan yang digunakan bila p < 0,05. Sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 80 sampel terdiri dari28 stuntingdan 52 tidak stunting. Berdasarkan penelitian didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara penghasilan orang tua dengan kejadian stunting (p<0,0001). Namun, tidak terdapat hubungan ASI eksklusif (p=0,062), riwayat infeksi diare (p=0,150) dan ISPA (p=0,162) dengan kejadian stuntingpada anak usia 3-5 tahun. Penelitian ini menyimpulkan bahwaterdapat hubungan yang bermakna antara faktor risiko penghasilan orang tua dengan stunting. Dimana, semakin rendah penghasilan orang tua maka risiko terjadinya stunting semakin tinggi.
BAB I
Faktor risiko lain seperti jenis kelamin laki-laki, pendapatan yang kurang, fasilitas kesehatan tertutama antenatal carebelum memadai, dan pendidikan ibu yang kurang mengenai asupan nutrisi yang baik untuk anak dibawah 5 tahun mempengaruhi angka kejadian stunting pada anak.1Tetapi penelitian yang dilakukan Diafrilia dkk,17terdapat 36% anak dibawah 5 tahun mengalami stunting di Manado namun, tidak terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif, berat badan lahir, status imunisasi, dan pendidikan ibu dengan kejadian stuntingpada anak usia 24-59 bulan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ramli et al,18di Maluku Utara berkaitan dengan kejadian stunting dibawah 5 tahun disebabkan oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat yang berhubungan dengan faktor ekonomi keluarga
Teknik Analisis
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian analitik dengan desain penelitian cross sectionalatau potong lintangyangbertujuanuntuk menganalisis hubungan variabel independen dan variabel dependendengan pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (poin time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap anak usia 3-5 tahun di TK/PAUD Kecamatan Tuminting.
CONTOH TESIS NO.15 Hubungan tinggi badan ibu dengan kejadian stunting pada balita usia 24 -59 bulan
Abstrak
Metode penelitian menggunakan jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional. Sampel sebanyak 95 dengan teknik purposive sampling. Metode analisa yang digunakan adalah chi-square. Hasil penelitian ibu yang memiliki tinggi badan pendek dan mempunyai anak stunting di wilayah kerja Puskesmas Wonosari I sebanyak 68,4% (26) orang. Diharapkan orang tua mampu meningkatkan pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga mengetahui faktor yang mempengaruhi permasalahan pertumbuhan anak khususnya stunting sehingga dapat mencegah kejadian stunting.
BAB I
Data prevalensi stunting di Kabupaten Gunung Kidul sangat tinggi dan melebihi rata-rata provinsi. Selain itu menurut data Riskesdas, prevalensi stunting masih mengalami kenaikan dan penurunan. Maka hal ini masih menjadi suatu masalah yang perlu untuk diselesaikan. Pemerintah Indonesia mencanangkan “Gerakan 1.000 Hari Pertama Kehidupan” pada September 2012 yang dikenal sebagai 1.000 HPK. Tujuan dari gerakan mempercepat perbaikan gizi untuk memperbaiki kehidupan anak-anak Indonesia di masa mendatang. Selain itu gerakan ini berfokuskan pada penurunan prevalensi stunting (MCA, 2013).
Teknik Analisis
Analisis bivariate dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan (Notoatmodjo, 2012). Uji hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square.
Leave a Reply