HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Contoh Tesis Faktor Risiko Anak Stunting Tahun 2020

CONTOH TESIS NO.1 Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Kejadian Stunting pada Balita (0-59 Bulan) di Negara Berkembang dan Asia Tenggara

Abstrak

Stunting  adalah  gangguan  pertumbuhan  linier  yang  disebabkan  kurang  gizi  yang  berlangsung  kronis.Keadaan gizi balita pendek menjadi penyebab 2,2 juta dari seluruh penyebab kematian balita di seluruh dunia. Tujuan dari review literatur ini adalah menganalisa efek dari faktor-faktor risiko determinan terhadap kejadian stunting  pada  balita.  Desain  penelitian  ini  adalah  literature  review.  Artikel-artikel  yang  dipilih  dengan search  engine  adalah  artikel  correlation  research  yang  menggunakan  study  cross-sectionaldengan  respondennya  adalah  anak  dengan  stunting  usia  0-59  bulan.  Kriteria  inklusi  artikel  yang  dipilih  adalah  anak  dengan  stunting,  berusia  0-59  bulan,  wilayah  negara  berkembang  (termasuk  wilayah  Asia  Tenggara),  memiliki  KMS,  masih  memiliki  orang  tua  lengkap.  Proses  pencarian  hingga  pengeksklusian  artikel-artikel  yang  digunakan  untuk  review  literatur  ini  menggunakan  metode  PRISMA.  Hasil  penelitian  menunjukkan faktor status gizi dengan berat badan lahir < 2.500 gram memiliki pengaruh secara bermakna terhadap  kejadian  stunting  pada  anak  dan  memiliki  risiko  mengalami  stunting  sebesar  3,82  kali.  Faktor  pendidikan  ibu  rendah  memiliki  pengaruh  secara  bermakna  terhadap  kejadian  stunting  pada  anak  dan  memiliki  risiko  mengalami  stunting  sebanyak  1,67  kali.  Faktor  pendapatan  rumah  tangga  yang  rendah  diidentifikasi sebagai predictor signifikan untuk stunting pada balita sebesar 2,1 kali. Faktor sanitasi yang tidak baik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kejadian stunting  pada  balita  dan  memiliki  risiko  mengalami stunting hingga sebesar 5,0 kali. Kesimpulan penelitian ini adalah semakin rendahnya berat badan lahir (BBLR), tingkat pendidikan ibu, pendapatan rumah tangga, dan kurangnya hygiene sanitasi rumah maka risiko balita menjadi stunting semakin besar.

BAB I

Ibu  memegang  peranan  penting  dalam  mendukung    upaya    mengatasi    masalah    gizi,    terutama dalam hal asupan gizi keluarga, mulai dari penyiapan  makanan,  pemilihan  bahan  makanan,  sampai  menu  makanan.  Ibu  yang  memiliki  status  gizi   baik   akan   melahirkan   anak   yang   bergizi   baik.   Kemampuan   keluarga   dalam   memenuhi   kebutuhan  pangan  baik  dalam  jumlah  maupun  mutu  gizinya  sangat  berpengaruh  bagi  status  gizi  anak.  Keluarga  dengan  penghasilan  relatif  tetap,  prevalensi berat kurang dan prevalensi kependekan lebih  rendah  dibandingkan  dengan  keluarga  yang  berpenghasilan tidak tetap.7 Sebagaimana diketahui bahwa  asupan  zat  gizi  yang  optimal  menunjang  tumbuh kembang balita baik secara fisik, psikis, maupun  motorik  atau  dengan  kata  lain,  asupan  zat  gizi  yang  optimal  pada  saat  ini  merupakan  gambaran  pertumbuhan  dan  perkembangan  yang  optimal  pula  di  hari  depan.3  Tujuan  dari  reviewliteratur  ini  adalah  menganalisa  efek  dari  faktor-faktor risiko terhadap kejadian stunting pada balita di negara berkembang dan Asia Tenggara

Teknik Analisis

Metode      pengkajian      kualitas      studi      menggunakan   aplikasi   Critical   Appraisal Skills   Programme. Proses   selanjutnya   adalah   ekstraksi   data   dengan   mengelompokkan   data   menurut   variabel   yang   ingin   dikaji.

 

CONTOH TESIS NO.2 Faktor Risiko Stunting pada anakdi Negara Berkembang

Abstrak

Berdasarkan dari beberapa hasil  penelitian menyebutkan  bahwa salah  satu  penyebab stunting pada  anak  adalah karena tidak  terpenuhinya  gizi  yang  baik  pada  kurun  waktu  yang  panjang dan  sering  kali  tidak  disadari  oleh  orang  tuanya sehingga setelah  anak usia  di  atas  2  tahun  baru  terlihat  bahwa  anaknya  mengalami stunting. Berdasarkan  hasil  literature review menunjukkan bahwa faktor  risiko  terjadinya stunting adalah panjang  lahir berisiko  16,43  kali,pendidikan  ibu  yang rendah berisiko 3,27 kali, serta anak yang tinggal di desaberisiko 2,45 kali, BBLRberisiko 4,5 kali,tidak ANCberisiko3,4 kali, tidak  imunisasi berisiko 6,38  kali,  dan  tidak ASI Eksklusif berisiko 4,0  kali   adalah  merupakan  faktor risiko stunting anak  di negaraberkembang.

BAB I

Dampak jangka panjang hingga berulang dalam siklus kehidupan  pada  balita stunting terjadi  pada  titik kritis pada   masa    10 00    Hari   Pertama   Kehidupansebagai awal terjadinya pertumbuhan11. Kurang gizi sebagai penyebab langsung, khususnya pada balita berdampak jangka pendek meningkatnya morbiditas. Stunting ini bersifat kronis, sehingga dapat mempengaruhi fungsi kognitif anak di mana  tingkat kecerdasan yang rendah dan berdampak pada kualitas sumber daya manusia.

 

CONTOH TESIS NO.3 Faktor risiko stuntingpada anak umur 12-24 bulan

Abstrak

Hasil multivariat menunjukan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian stunting pada anak umur 12-24 bulan di Kecamatan Brebes adalah tingkat kecukupan energi yang rendah OR=7,71 (95%CI:3,63-16,3 p=0,001); protein yang  rendah    OR=7,65  (95%CI:3,67-15,9 p=0,001);  seng  yang  rendah  OR=8,78 (95%CI:3,53-21,5;  p=0,001),  berat  badan lahir rendah OR=3,63 (95%CI:1,65-7,96  p=0,002)dan tingginya pajanan pestisida OR=8,48; (95%CI:3,93-18,28 p=0,001). Kelima variabel tersebut memberikan kontribusi terhadap stunting sebesar 45%. Ketaatan konsumsi vitamin A, frekuensi diare dan ISPA bukan merupakan faktor risiko terhadap kejadian stunting dalam penelitian ini.

BAB I

Prevalensi stunting menurut Rikesdas 2013 angka nasional     sebesar     37,2%     yang     berarti    adanya peningkatan    dibandingkan    tahun    2007    (36,8%). Prevalensi stuntingdi  Provinsi  Jawa  Tengah  yaitu sebesar  28,6%    dimana  untuk  kategori  sangat  pendek 11,0%  sedangkan  prevalensi  di  Kabupaten  Brebes untuk kategori sangat pendek sebesar 16,8% angka ini melebihi prevalensi stunting di Jawa Tengah.

Teknik Analisis

Penelitian  ini  dilakukan  dengan  rancangan  kasus  kontrol  pada  77  kasus  (stunting)  dan  77  kontrol  (normal)  di Kecamatan  Brebes.  Data  berat  badan  lahir,  panjang  badan  lahir,  status  penyakit,  pajanan  pestisida  diperoleh  melalui wawancara mengunakan kuesioner tersuktur. Analisis dilakukan dengan Odd Ratio (OR) dan regresi logistik berganda.

 

CONTOH TESIS NO.4 FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD WONOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2016

Abstrak

Hasil analisis bivariat menunjukkan hipertensi dalam kehamilan, anemia, risiko KEK dan tinggi badan ibu berhubungan dengan kejadian stunting pada bayi baru lahir. Analisis multivariat menunjukkan tinggi badan ibu p-value 0,001; OR 3,918; 95% CI (1,747-8,788), risiko KEK p-value 0,024; OR 2,789; 95% CI (1,143-6,792), dan status anemia p-value 0,047; OR 2,149; 95% CI (1,011-4566). Hipertensi dalam kehamilan dan jarak kelahiran bukan faktor risiko kejadian stunting pada bayi baru lahir

BAB I             

Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus, karena berdampak jangka pendek maupun jangka panjang yang berkaitan dengan sektor kesehatan, pembangunan dan ekonomi. Menurut Stewart CP, Ionnatti L, Dewey KG, Michaelsen KF dan Onyango AW mengkategorikan dampak stunting dalam jangka waktu panjang dan pendek yang terbagi dalam tiga bidang yaitu kesehatan, pembangunan dan ekonomi. Dampak jangka pendek dalam bidang kesahatan akan meningkatkan kesakitan dan kematian, bidang pembangunan dapat menurunkan kemampuan kognitif, motorik dan kemampuan bahasa, bidang ekonomi akan meningkatkan pengeluaran biaya kesehatan dan meningkatkan peluang biaya perawatan anak sakit.

Teknik Analisis

Teknik Aanalisis dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat

CONTOH TESIS NO.5 Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya

Abstrak

Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan banyaknya kasus gizi kurang. Malnutrisi merupakan suatu dampak keadaan status gizi. Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis. Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%) dan menduduki peringkat kelima dunia. Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Pencegahan stunting dapat dilakukan antara lain dengan cara 1.Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. 2.ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. 3.Memantau pertumbuhan balita di posyandu. 4.Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.

BAB I

Stunting atau perawakan pendek (shortness). suatu keadaan tinggi badan (TB) seseorang yang tidak sesuai dengan umur, yang penentuannya dilakukan dengan menghitung skor Z-indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Seseorang dikatakan stunting bila skor Z-indeks TB/U- nya di bawah -2 SD (standar deviasi). Kejadian stunting merupakan dampak dari asupan gizi yang kurang, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, tingginya kesakitan, atau merupakan kombinasi dari keduanya. Kondisi tersebut sering dijumpai di negara dengan kondisi ekonomi kurang

CONTOH TESIS NO.6  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada AnakBalita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan (The Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and Urban Areas)

Abstrak

Pada tahun 2013 prevalensi  stunting di Kabupaten Jember tertinggi di daerah pedesaan yaitu67%  dan  wilayah  perkotaan  tertinggi   sebesar  27,27%.  Apabila  masalah  stunting  di  atas  20%maka   merupakan   masalah   kesehatan   masyarakat.   Tujuan   penelitian   ini   untuk   menganalisisfaktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting  pada anak balita di wilayah pedesaan danperkotaan. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain cross-sectional  dandilakukan   di   Puskesmas   Patrang   dan   Puskesmas   Mangli   untuk   perkotaan   dan   PuskesmasKalisat   untuk   pedesaan   dengan   jumlah   sampel   sebanyak   50   responden.   Analisis   datamenggunakan   analisis  chi-square, mann whitney  dan   regresi   logistik   dengan  ?=0,05.   Hasilanalisis   menunjukkan   bahwa  faktor   yang   mempengaruhi   terjadinya  stunting  pada   anak   balitayang berada di wilayah pedesaan dan perkotaan adalah pendidikan ibu, pendapatan  keluarga,pengetahuan   ibu   mengenai   gizi,   pemberian   ASI   eksklusif,  umur   pemberian   MP-ASI,  tingkatkecukupan zink dan zat besi, riwayat penyakit infeksi serta faktor genetik. Namun, untuk statuspekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, status imunisasi, tingkat kecukupan energi, dan statusBBLR   tidak   mempengaruhi   terjadinya  stunting.   Tingkat   kecukupan   protein   dan   kalsium   diwilayah pedesaan menunjukkan hubungan yang signifikan sedangkan di wilayah perkotaan tidakmenunjukkan   adanya   hubungan.   Faktor   yang   paling   mempengaruhi   terjadinya  stunting  padaanak balita di wilayah pedesaan maupun perkotaan yaitu tingkat kecukupan zink.

BAB I

Stunting  pada   anak   balita   merupakankonsekuensi   dari   beberapa   faktor   yang   sering dikaitkan   dengan   kemiskinan   termasuk   gizi, kesehatan,   sanitasi   dan   lingkungan.   Ada   limafaktor     utama     penyebab stuntingya itu kemiskinan,   sosial   dan   budaya,   peningkatan paparan   terhadap   penyakit   infeksi,   kerawanan pangan     dan     akses     masyarakat     terhadap pelayanan     kesehatan     [3].     Faktor     yang berhubungan   dengan   status   gizi   kronis   pada anak balita tidak sama antara wilayah perkotaan dan pedesaan, sehingga upaya penanggulangannya   harus   disesuaikan   dengan faktor yang mempengaruhi.

Teknik Analisis

Analisis   data menggunakan   analisis  chi-square, mann whitney  dan   regresi   logistik   dengan  ?=0,05.

CONTOH TESIS NO.7 Faktor risiko stunting pada anak umur 6-24 bulan di kecamatan Penanggalan kota Subulussalam provinsi Aceh

Abstrak

Faktor risiko stunting pada keluarga berpenghasilan rendah (OR = 8,5, 95% CI: 2,68-26,89), yang menderita diare (OR = 5,04, 95% CI: 1,84-13, 81) dan ISPA (OR = 5,71, 95% CI: 1,95-16,67), asupan energi tidak adekuat (OR = 3,09, 95% CI: 1,02-9,39) dan asupan protein tidak adekuat (OR = 5,54, 95% CI: 2,43-12,63), perawakan pendek dari orang tua (OR = 11,13, 95% CI: 4,37-28,3), berat badan lahir rendah (OR = 3,26, 95% CI: 1,46-7,31), tidak menyusui ASI eksklusif (OR = 6,54, 95% CI: 2,84-15,06), memberikan makanan pendamping ASI terlalu cepat (OR = 6, 54, 95% CI: 2,84-15,06), dan pola asuh kurang (OR = 4,59, 95% CI: 2,05-10,25), praktik-praktik kebersihan anak (OR = 3, 26, 95% CI: 1,46-7,31) dan penanganan pengobatan anak (OR = 2,46, 95% CI: 1,13-5,34). Analisis regresi menunjukkan bahwa faktor risiko yang dominan untuk stunting adalah perawakan pendek dari orang tua (OR = 13,16, 95% CI: 3,72-46,52).

BAB I

Stunting pada anak mengakibatkan penurunan sistem imunitas tubuh dan meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi. Kecenderungan untuk menderita penyakit tekanan darah tinggi, diabetes,jantung dan obesitas akan lebih tinggi ketika anak stunting menjadi dewasa.3  Anak stunting mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih rendah dibandingkan ratarata anak yang tidak stunting. Penelitian di Wonogiri pada anak SD umur 9-12 tahun menunjukkan bahwa anak yang stunting memiliki risiko 9,2 kali lebih besar untuk memiliki nilai IQ di bawah rata-rata, dan ratarata prestasi belajar lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak stunting

Teknik Analisis

Teknik Analisis Dalam Penelitian Ini Yaitu Analisis Univariet Dan Bivariat.

CONTOH TESIS NO.8 Model Pengendalian Faktor Risiko Stunting pada Anak Usia di Bawah Tiga Tahun

Abstrak

Stunting merupakan masalah gizi, terbukti data pemantauan status gizi Kabupaten Banyumas 2012 prevalensi stunting sebesar 28,37% dan prevalensi tertinggi (41,6%) di Puskesmas Kedungbanteng. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor risiko terkait faktor anak, ibu, lingkungan terhadap stunting bawah tiga tahun (batita) agar dapat dikembangkan model pengendaliannya. Penelitian menggunakan desain kasus kontrol, populasi adalah seluruh anak usia 6 sampai 36 bulan di Puskesmas Kedungbanteng Kabupaten Banyumas selama enam bulan tahun 2013. Sampel kasus adalah 50 batita stunting, sampel kontrol adalah 50 batita status normal. Teknik pengambilan sampel kasus diambil dari tujuh desa yang terbanyak stuntingnya, sedangkan kontrol adalah batita normal tetangga terdekat kasus dengan usia yang disamakan. Pengumpulan data dengan wawancara dan pengukuran. Analisis data univariat, bivariat (uji kai kuadrat), dan multivariat (uji regresi logistik ganda). Hasil penelitian menemukan karakteristik batita stunting terkena penyakit infeksi (82%), riwayat panjang badan lahir < 48 centimeter (66%), riwayat pemberian ASI dan makanan pendamping ASI kurang baik (66%), riwayat berat badan lahir rendah (8%). Pada penelitian ini, faktor risiko stunting adalah penyakit infeksi, pelayanan kesehatan, immunisasi, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, ketersediaan pangan keluarga, dan sanitasi lingkungan. Faktor yang paling dominan adalah penyakit infeksi. Model pengendalian stunting melalui peningkatan pemberdayaan keluarga terkait pencegahan penyakit infeksi, memanfaatkan pekarangan sebagai sumber gizi keluarga dan perbaikan sanitasi lingkungan.

BAB I

Stunting atau terhambatnya pertumbuhan tubuh merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi yang ditandai dengan tinggi badan menurut usia di bawah stan dar deviasi (< – 2 SD) dengan referensi World Health Organization (WHO) 2005. Stunting merupakan refleksi jangka panjang dari kualitas dan kuantitas makanan yang tidak memadai dan sering menderita infeksi selama masa kanak-kanak.1 Anak yang stunting merupakan hasil dari masalah gizi kronis sebagai akibat dari makanan yang tidak berkualitas, ditambah dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan masalah lingkungan.2 Stunting masa kanak-kanak berhubungan dengan keterlambatan perkembangan motorik dan tingkat kecerdasan yang lebih rendah.3 Selain itu, juga dapat menyebabkan depresi fungsi imun, perubahan metabolik, penurunan perkembangan motorik, rendahnya nilai kognitif dan rendahnya nilai akademik. Anak yang menderita stunting akan tumbuh menjadi dewasa yang berisiko obesitas, glucose tolerance, penyakit jantung koroner, hipertensi, osteoporosis, penurunan performa dan produktivitas

Teknik Analisis

Penentuan model pengendalian faktor risiko didasarkan hasil analisis multivariat dikaitkan dengan kerangka pikir The United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 1990 tentang determinan penyebab timbulnya kekurangan gizi pada ibu dan anak.

CONTOH TESIS NO.9 Faktor  risiko  kejadian  stunting  pada  anak  umur  6-36  bulan  di  Wilayah  Pedalaman  Kecamatan  Silat  Hulu,  Kapuas Hulu, Kalimantan Barat

Abstrak

Kejadian stunting berhubungan signifi kan dengan pekerjaan ibu,  tinggi badan ayah, tinggi badan ibu, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, pola asuh, dan pemberian ASI eksklusif (p<0,05). Kejadian stunting tidak berhubungan dengan, pekerjaan ayah, pola makan, lama pemberian ASI,  penyakit infeksi, dan pendidikan ibu (p>0,05).

BAB I

Stunting  pada  anak  balita  merupakan  indikator  status  gizi  yang  dapat  memberikan  gambaran  gangguan  keadaan  sosial  ekonomi  secara    keseluruhan  di  masa  lampau.  Stunting  yang  terjadi  pada  masa  anak  merupakan  faktor  risiko  meningkatnya  angka  kematian,  kemampuan  kognitif    dan  perkembangan  motorik  yang  rendah,  dan  fungsi  tubuh  yang  tidak  seimbang.  Kejadian  stunting  berhubungan dengan berbagai macam faktor antara lain lingkungan keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pola asuh, pola makan dan jumlah anggota rumah tangga), faktor gizi (ASI eksklusif dan lama pemberian ASI), faktor genetik, penyakit infeksi, dan kejadian BBLR.  Menurut hasil riset kesehatan dasar, prevalensi anak balita yang menderita stunting di Indonesia pada tahun 2010 masih tinggi sebesar 35,6%, dan 39,7% di Provinsi Kalimantan Barat

Teknik Analisis

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Populasinya  adalah  seluruh  balita  yang  ada  di  wilayah  pedalaman  Kecamatan  Silat  Hulu  Kabupaten  Kapuas Hulu  Provinsi Kalimantan Barat. Analisis data menggunakan uji chi-square dan  untuk mengetahui variabel paling determinan terhadap stunting dilakukan analisis regresi logistik.

CONTOH TESIS NO.10 ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS OEPOI

Abstrak

Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama. Stunting sebagai akibat dari pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stunting, namun tiap daerah memiliki perbedaan yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting. Tujuan penelitian ini menganalisis faktor risiko kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Oepoi. Metode yang digunakan penelitian observasional analitik dengan rancangan case control study dengan 114 sampel. Teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling untuk kelompok kasus yaitu 57 balita stunting dan kelompok control yang terdiri dari 57 balita normal. Analisis data yang dilakukan adalah univariat dan bivariate dengan uji chi square dan Odds Ratio. Hasil uji analisis faktor risiko dengan kejadian stunting yaitu nilai variabel asupan energi (OR: 6,143; p: 0,000), asupan protein (OR: 7,500; p: 0,000), status ekonomi keluarga (OR: 3,338; p: 0,004), jenis kelamin (OR: 0,513; p: 0,125), berat badan lahir balita (OR: 2,487; p: 0,178), status imunisasi (OR: 1,698; p: 0,556), pemberian ASI eksklusif (OR: 0,612; p: 0,546), riwayat penyakit infeksi (OR: 1,810; p: 0,334), pendidikan orang tua (OR: 1,950; p: 0,125), dan pekerjaan orang tua (OR: 0,525; p: 0,315). Kesimpulan penelitian ini faktor risiko dari kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Oepoi adalah asupan energi, asupan protein, dan status ekonomi keluarga.

BAB I

Banyaknya balita yang mengalami stunting tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan penelitian didapati beberapa faktor yaitu asupan makanan balita (asupan energi dan protein), status penyakit infeksi (diare dan infeksi saluran nafas atas / ISPA), pemberian Ais Susu Ibu (ASI) eksklusif, status imunisasi balita, karakteristik balita (umur, jenis kelamin, dan berat bayi lahir), dan factor karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan status ekonomi keluarga)

Teknik Analisis

Analisis data untuk penelitian ini menggunakan analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum masalah penelitian dengan mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan dalam penelitian ini; Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel tertikat dan variabel bebas dan untuk menginterpretasikan hubungan.

CONTOH TESIS NO.11 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KLECOREJO KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018

Abstrak

Faktor risiko yang secara bersama-sama terbukti mempunyai hubungan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun yaitu pekerjaan (p=0,001 dan aPOR=2,89), pendapatan keluarga (p=0,000 dan aPOR=6,26), riwayat ASI eksklusif (p=0,000 dan aPOR=3,36), riwayat BBLR (p=0,002 dan aPOR=2,62). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan dengan kejadian stunting yaitu pendidikan (p=0,752 dan aPOR=1,13) dan pola pemberian makan (p=0,773 dan aPOR=0,912).

Kesimpulan variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah pekerjan, pendapatan keluarga, riwayat ASI eksklusif dan riwayat BBLR. Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat diberikan yaitu lebih meningkatkan pemantauan secara rutin terhadap pelaksanaan pemberian PMT ibu hamil yang sudah diberikan, serta edukasi saat ibu hamil berkunjung ke puskesmas.

BAB I

Prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2013 adalah sebesar 37,2%, kemudian jika dibandingkan dengan persentase tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%), prevalensi tersebut mengalami peningkatan dan diketahui dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18% sangat pendek. Pada Tahun 2016 Kementrian Kesehatan melaksanakan Pemantauan Status Gizi (PSG) yang merupakan hasil studi potong lintang dengan sampel rumah tangga yang mempunyai balita di Indonesia, hasil mengenai persentase balita pendek atau stunting tinggi di Jawa Timur dengan prevalensi mengalami peningkatan di tahun 2016 sebesar 26,1% dan tahun 2017 sebesar 26,7% (Dinkes Kabupaten Madiun, 2017), di Jawa Timur daerah yang bervalensi sedang sebanyak 8 kabupaten/kota salah satunya di Kabupaten Madiun (20.7%) di tahun 2017.

Kerangka Berpikir

 

 

 

 

 

Teknik Analisis

Data yang telah diperoleh dari penelitian ini kemudian dianalisisdengan menggunakan program aplikasi pengolah data statistik 16.0. analisis data pada penelitian ini adalah univariet dan bivariet

CONTOH TESIS NO.12 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungtuban, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora)

Abstrak

Hasil dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara riwayat BBLR (p=0,000), riwayat pemberian ASI Eksklusif (p=0,000), riwayat pemberian MPASI (p=0,000), usia ibu saat hamil (p=0,001), usia kehamilan ibu (p=0,000), tinggi badan ibu (p=0,000), tinggi badan ayah (p=0,000), status gizi ibu saat hamil (p=0,000), jarak kelahiran (0,021), status pendidikan ibu (p=0,001) dan riwayat ISPA (0,000) dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungtuban.

BAB I  

Pada tahun 2019, kasus meningkat menjadi 624 kasus yang terdiri atas 418 kasus terjadi pada usia 24-59 bulan dan 206 kasus pada usia 0-23 bulan, kasus stunting yang terjadi tersebar merata di seluruh wilayah kerja Puskesmas Kedungtuban. Secara keseluruhan jumlah balita di wilayah Puskesmas Kedungtuban adalah 2.440 balita, yang ditimbang adalah 2.333 balita dan yang tidak mengalami stunting adalah 1.709 balita. Persebaran usia 0-12 bulan sebesar 250 balita, usia 13-23 bulan sebesar 827 balita dan usia 24-59 bulan sebesar 1.256 balita. Dan dari 26 puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Blora, Puskesmas Kedungtuban memiliki jumlah kasus yang paling tinggi bila dibandingkan dengan 25 puskesmas lainnya. Menurut WHO jika terdapat persentase kasus stunting di atas 20% maka dianggap sebagai masalah kesehatan yang harus segera mendapatkan penanganan.

Kerangka Berpikir

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Teknik Analisis

Teknik Analisis dalam penelitian ini yaitu analisis univariet dan bivariet

CONTOH TESIS NO.13 FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTINGPADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH TAMBANG POBOYA, KOTA PALU

Abstrak

Balita yang mendapatkan ASI Eksklusif yaitu 28,6% (kelompok kasus) dan 65,1%  (kelompok  kontrol).  Balita  yang  mendeirta  penyakit  infeksi  yaitu  81,0%  (kelompok  kasus)  dan  55,6% (kelompok kontrol). Adapun status imunisasi yang tidak lengkap yaitu 52,4% (kelompok kasus) dan 22,2% (kelompok kontrol). Balita tidak ASI eksklusif OR = 4,659 (CI 95% 1,583-13,708), riwayat penyakit infeksi OR = 3,400 (CI 95% 1,027-11,257)  dan  status  imunisasi  OR  =  3,850  (CI  95% 1,358-10,916)  merupakan  faktor  risiko  kejadian stunting

BAB I

Stunting merupakan keadaan kurang gizi yang menggambarkan terhambatnya pertum-buhan, yang sudah berjalan lama dan memerlukan waktu untuk pulih kembali. Pertambangan emas Poboya merupakan sumber  terbesar  masuknya  logam  merkuri,  bahaya  yang  ditimbulkan  yaitu  berpengaruh  terhadap  pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko ASI eksklusif, penyakit infeksi dan status imunisasi dengan ke-jadian stuntingpada balita usia 12-59 bulan di Wilayah Tambang Poboya.

Teknik Analisis

Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat.

CONTOH TESIS NO.14 HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO DENGAN STUNTING PADA ANAK USIA 3-5 TAHUN DI TK/PAUD KECAMATAN TUMINTING

Abstrak

Stunting adalah  kondisi  gagal  tumbuh  pada  anak  yangmerupakan  akibat  dari  kekurangan  gizi kronis  dan/atau  infeksi  berulang  yang  menyebabkan  anak  terlalu  pendek  untuk  usianya.Stuntingpada  anak usia 3-5 tahun akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia (SDM).  Indonesia merupakan negara ke-5 tertinggi dengan prevalensi stunting, dan di Sulawesi Utara hasil pemantauan status gizi (PSG) 2017 berada di angka 31,4%, serta di Kota Manado, ada 31,9% anak stunting.Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi, seperti  penghasilan  orang  tua,  ASI  eksklusif,riwayat  infeksi  diare  dan  ISPA.Penelitian  ini  bertujuan  untuk mengetahui hubungan faktor-faktor risiko dengan stuntingpada anak usia 3-5 tahun di TK/PAUD Kecamatan Tuminting.Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik dan desain penelitian cross sectionalatau potong lintang.  Dengan jumlah sampel 80 anak usia 3-5 tahun.  Analisis data bivariate digunakan uji chi square(). Kemaknaan yang digunakan bila p < 0,05. Sampel  penelitian  yang  memenuhi  kriteria  inklusi  berjumlah  80  sampel  terdiri  dari28 stuntingdan  52  tidak stunting.    Berdasarkan  penelitian  didapatkan  adanya  hubungan  yang  bermakna  antara  penghasilan  orang  tua dengan  kejadian stunting  (p<0,0001).   Namun,  tidak  terdapat  hubungan  ASI  eksklusif (p=0,062),  riwayat infeksi diare (p=0,150) dan ISPA (p=0,162) dengan kejadian stuntingpada anak usia 3-5 tahun.  Penelitian ini menyimpulkan  bahwaterdapat  hubungan  yang  bermakna antara  faktor  risiko  penghasilan  orang  tua  dengan stunting.  Dimana, semakin rendah penghasilan orang tua maka risiko terjadinya stunting semakin tinggi.

BAB I

Faktor  risiko  lain  seperti  jenis  kelamin  laki-laki,  pendapatan  yang  kurang,  fasilitas  kesehatan tertutama antenatal   carebelum   memadai,   dan pendidikan ibu yang kurang mengenai asupan nutrisi yang     baik     untuk     anak     dibawah     5     tahun mempengaruhi  angka  kejadian stunting pada  anak.1Tetapi penelitian   yang  dilakukan  Diafrilia  dkk,17terdapat  36%  anak  dibawah  5  tahun   mengalami stunting di Manado namun, tidak terdapat hubungan antara  pemberian  ASI  eksklusif,  berat  badan  lahir, status    imunisasi,    dan    pendidikan    ibu    dengan kejadian stuntingpada   anak   usia   24-59   bulan. Sedangkan  penelitian  yang  dilakukan  oleh Ramli  et al,18di  Maluku  Utara  berkaitan  dengan  kejadian stunting dibawah  5  tahun  disebabkan  oleh  asupan nutrisi yang tidak adekuat yang berhubungan dengan faktor ekonomi keluarga

Teknik Analisis

Penelitian  ini  dilakukan  dengan  menggunakan metode  penelitian  analitik  dengan  desain  penelitian cross  sectionalatau  potong  lintangyangbertujuanuntuk  menganalisis  hubungan  variabel  independen dan  variabel  dependendengan  pengumpulan  data sekaligus  pada suatu  saat  (poin  time  approach). Artinya,  tiap  subjek  penelitian  hanya  diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap  anak usia 3-5 tahun di TK/PAUD Kecamatan Tuminting.

CONTOH TESIS NO.15 Hubungan tinggi badan ibu dengan kejadian stunting pada  balita usia 24 -59 bulan

Abstrak

Metode penelitian menggunakan jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional. Sampel sebanyak 95 dengan teknik purposive sampling. Metode analisa yang digunakan adalah chi-square. Hasil penelitian  ibu yang memiliki tinggi badan pendek dan mempunyai anak stunting di wilayah kerja Puskesmas Wonosari I sebanyak 68,4%  (26)  orang.  Diharapkan  orang  tua  mampu  meningkatkan  pengetahuan  tentang pertumbuhan  dan  perkembangan  anak  sehingga  mengetahui  faktor  yang  mempengaruhi permasalahan  pertumbuhan  anak  khususnya  stunting  sehingga  dapat  mencegah  kejadian stunting.

BAB I

Data prevalensi stunting di Kabupaten Gunung Kidul sangat tinggi dan melebihi rata-rata  provinsi.  Selain  itu  menurut  data  Riskesdas,  prevalensi  stunting  masih  mengalami kenaikan  dan  penurunan.  Maka  hal  ini  masih  menjadi  suatu  masalah  yang  perlu  untuk diselesaikan. Pemerintah Indonesia mencanangkan “Gerakan 1.000 Hari Pertama Kehidupan” pada September 2012 yang dikenal sebagai 1.000 HPK. Tujuan dari gerakan mempercepat perbaikan gizi untuk memperbaiki kehidupan anak-anak Indonesia di masa mendatang. Selain itu gerakan ini berfokuskan pada penurunan prevalensi stunting (MCA, 2013).

Teknik Analisis

Analisis  bivariate  dilakukan  terhadap  dua  variabel  yang  diduga  berhubungan (Notoatmodjo, 2012). Uji hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square.

 

 

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?