ABSTRAK
Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan serta cita-cita bangsa bernegara. Salah satu perwujudan good governance, instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya atau yang lebih dikenal dengan akuntabilitas. Demikian juga dengan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Surakarta yang salah satu tugas pokoknya adalah melaksanakan pelayanan kepabeanan kepada masyarakat harus mempertanggungjawabkannya baik kepada negara maupun masyarakat Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan akuntabilitas pelayanan kepabeanan yang dilaksanakan oleh KPPBC Tipe A3 Surakarta.Akuntabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuntabilitas proses. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah prosedur pelayanan kepabeanan menurut UU Nomor 17 tahun 2006, perwujudan Akuntabilitas pelayanan kepabeanan apakah sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan faktor-faktor pendukung dan penghambat yang dijumpai KPPBC A3 Surakarta dalam mewujudkan akuntabilitas pelayanan kepabeanan.
Penelitian ini dilakukan di lingkungan kerja KPPBC Tipe A3 Surakarta terutama pada bagian-bagian yang melayani pelayanan kepabeanan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengambilan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purpose sampling dengan analisis data menggunakan model analisis interaktif. Sedangkan untuk menguji validitas data menggunakan teknik trianggulasi data.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di KPPBC Tipe A3 Surakarta menujukkan bahwa instansi tersebut sudah mewujudkan proses akuntabilitas pelayanan kepabeanan terutama proses impor dengan baik dengan pelaksanaan pelayanan kepabeanan yang sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dengan UU Nomor 17 Tahun 2006 dan penyusunan Laporan Akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah setiap satu sekali. Masalah keterlambatan yang sering muncul dalam pelayanan kepabeanan tidak berasal dari pegawai KPPBC Tipe A3 surakarta yang tidak melaksanakan prosedur sesuai dengan undang-undang tetapi dari para pengguna jasa sendiri yang belum mengetahui secara benar prosedur pelayanan kepabeanan tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak pertengahan tahun 1998 hingga sekarang, sudah hampir 10 tahun negara kita Indonesia melaksanakan reformasi di segala bidang terutama bidang pemerintahan dan birokrasi. Akan tetapi secara empirik banyak tanggapan yang dilontarkan bernada pesimistis yang menyatakan bahwa pelaksanaan reformasi belum tuntas dan telah jauh melenceng dari tujuan semula yang dahulu dicanangkan.
Seperti diketahui bersama sejak tahun 1997, Indonesia dan Negara-negara di Asia lainnya seperti Thailand, Malaysia, Korea dan Jepang mengalami krisis ekonomi.Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tata cara penyelenggara pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk. Bahkan kondisi saat inipun menunjukan masih belangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi.
Dari negara-negara Asia yang mengalami krisis ekonomi, hanya Indonesia yang hingga saat ini belum mampu mengatasinya secara baik dan tuntas. Belum tuntasnya Negara Indonesia keluar dari krisis ekonomi yang sudah menjadi krisis multidimensi ini berdasarkan berbagai kajian yang dilakukan oleh lembaga internasional dan berbagai lembaga publik lainnya, menurut United Nations Development Program, hal ini disebabkan oleh rendahnya kinerja pemerintahan (bad governance) yang ditandai oleh :
1. “Kegagalan dalam memisahkan mana yang bersifat publik dan mana yang privat sehingga muncul kecenderungan untuk mengalihkan sumber daya untuk kepentingan privat;
2. Kegagalan untuk mewujudkan kepastian hukum;
3. Pengaturan yang berlebihan tehadap fungsi pasar;
4. Tidak transparan dalam pembuatan keputusan dan tidak adanya akuntabilitas kinerja pemerintahan “ (UNDP, 1997: 4)
Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan serta cita-cita bangsa bernegara. Dalam rangka itu diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur dan legitimate sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebagai pemerintahan transisi dari pemerintahan orde baru ke orde reformasi dan menyadari buruknya kinerja pemerintah, Presiden B.J. Habibie berusaha memperbaiki kinerja pemerintah dengan mengeluarkan berbagai peraturan. Antara lain adalah UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang babas dari KKN serta Inpres No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Inpres tersebut mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan strategi yang ditetapkan oleh masing-masing instansi. Selain itu agar dapat menggunakan sumber daya yang terbatas secara baik maka pemerintah dan unit-unit organisasi pemerintah dituntut melakukan pembaharuan dan perbaikan disegala bidang termasuk didalamnya perbaikan administrasi pemerintahan. Salah satunya adalah perbaikan sistem pertanggung jawaban tersebut atau yang lebih dikenal dengan istilah akuntabilitas.
Menurut Darwin, Makna akuntabilitas itu sendiri merupakan:
“Suatu perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggung jawabkan pengelolaan sumber daya yang dikuasainya dalam rangka pencapaian tujuan melalui media pertanggung jawaban secara periodik.” (Darwin 2001 : 72, dalam Joko Widodo, 2001)
Dalam dunia birokrasi akuntabilitas instansi pemerintah merupakan perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan ataupun suatu kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai salah satu instansi pemerintah dibawah naungan Departemen Keuangan, keberadaan Bea dan Cukai merupakan suatu keharusan dan mempunyai posisi yang sangat strategis dalam birokrasi Negara Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 444/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan cukai dalam daerah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki misi utama yaitu menghimpun penerimaan negara, mengawasi barang ekspor dan impor serta melaksanakan tugas lain yang diberikan negara. Bea dan Cukai sebagai soko guru dari kegiatan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan negara, kebijaksanaan mengatur lalu lintas perdagangan internasional, mendorong investasi dan perekonomian nasional.
Kata Bea berasal dari kata Pabean. Pabean yang dalam bahasa inggrisnya Customs atau Duane dalam bahasa Belanda memiliki definisi yang dapat kita temukan dan hapal baik dalam kamus bahasa Indonesia ataupun undang-undang kepabeanan, namun menghapal definisi tersebut tidak berarti kita dapat memahami makna yang terkandung dalam kata pabean tersebut. Pabean adalah kegiatan yang menyangkut pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Pengertian pabean berdasarkan pada UU No 17 tahun 2006 merupakan batas wilayah transformasi barang atau jasa, apabila barang atau jasa melewati batas pabean akan dikenakan bea masuk (untuk barang atau jasa memasuki daerah pabean) biasanya disebut pajak impor dan dikenakan bea keluar (untuk barang atau jasa keluar daerah pabean) biasanya disebut pajak ekspor.
Sedangkan Cukai berdasarkan UU No 39 tahun 2006 merupakan pungutan oleh negara secara tidak langsung kepada konsumen yang menikmati atau menggunakan obyek cukai. Obyek cukai pada saat ini adalah cukai hasil tembakau (rokok, cerutu, dsb), Etil Alkohol, dan Minuman mengandung etil alkohol/minuman keras. Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah membatasi barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi dll) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras dll). Secara sederhana dapat dipahami bahwa harga sebungkus rokok yang dibeli oleh konsumen sudah mencakup besaran cukai didalamnya. Pabrik rokok telah menalangi konsumen dalam membayar cukai kepada pemerintah pada saat membeli pita cukai yang terdapat pada kemasan rokok tersebut. Untuk mengembalikan besaran cukai yang sudah dibayar oleh pabrik maka pabrik rokok menambahkan besaran cukai tersebut sebagai salah satu komponen dari harga jual rokok tersebut. Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak maupun pabean.
Dengan cukai pemerintah berharap dapat menghalangi penggunaan obyek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya obyek cukai yang beredar dan yang dikonsumsi Dari sekian banyak tugas dan fungsi pokok diatas, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai satu tugas yang sangat penting yaitu melaksanakan pelayanan kepabeanan. Tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menurut UU No 10 Tahun 1995 sebagaimana telah diperbarui dengan UU No.17 tahun 2006 tentang Kepabeanan adalah berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara antara lain memungut Bea Masuk berikut pajak-pajak atas barang impornya (PPnBM, PPN Impor, PPh Pasal 22).
Pelayanan kepabeanan disini adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean atau pemumgutan bea masuk sehingga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai kewajiban untuk mengawasi, memungut, dan mengurus bea masuk (impor), dan bea keluar (ekspor) baik melalui darat, laut maupun udara.
Sebagai bagian dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Surakarta juga berkewajiban melaksanakan pelayanan kepabeanan. Pelaksanaan pelayanan kepabeanan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Surakarta meliputi pelaksanaan sosialisasi peraturan kepabeanan, pelayanan ekspor di bandara, pelayanan impor di kantor pos dan pelayanan ekspor dan impor di kawasan berikat. Kegiatan kepabeanan meliputi kegiatan impor dan ekspor yang pelaksanaannya melalui Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Surakarta serta unit-unit pelayanan dalam lingkup kerjanya yaitu:
1) Dry Port Jebres
2) Bandara internasional Adi Sumarmo
3) Kantor Pos Lalu Bea Surakarta
Keinginan dan tuntutan dari pengguna jasa internasional merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dan sudah menjadi kewajiban moral bagi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Surakarta untuk melakukan berbagai perubahan yang cukup mendasar, baik dari segi penyempurnaan organisasi maupun tata laksana prosedur pelayanan kepabeanan. Sebagai contoh permasalahan Pengurusan pelayanan dokumen Impor atau PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dan dokumen ekspor atau PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) yang berbelit-belit dan membutuhkan waktu lama akan berakibat pembengkakan biaya bagi pihak importir dan bagi pihak bea dan cukai adalah citra yang buruk, terutama di tengah-tengah persaingan industri yang semakin tajam dimana faktor biaya dan kelancaran arus barang sangat menetukan keberhasilan pelaku ekonomi.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti mengenai penyelenggaraan pelayanan kepabeanan ini. Selain itu sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar (sering disebut sisi penerimaan) kepada Kas Negara adalah dari sektor.
Contoh Tesis
- Daftar Contoh Tesis Administrasi Publik
- Daftar Contoh Tesis Ilmu Politik
- Daftar Contoh Tesis Administrasi
- Daftar Contoh Tesis Ilmu Ekonomi
- Daftar Contoh Tesis Hubungan Internasional
- Daftar Contoh Tesis Ekonomika Pembangunan
- Daftar Contoh Tesis Ilmu-Ilmu Sosial
- Daftar Contoh Tesis Sosiologi
Contoh Skripsi
- BAGIAN I : Daftar Contoh Skripsi Fakultas FISIPOL
- BAGIAN II : Daftar Contoh Skripsi Fakultas FISIPOL
- Daftar Contoh Skripsi Ilmu Komunikasi
- Daftar Contoh Skripsi Filsafat
- Daftar Contoh Skripsi Antropologi
- Daftar Contoh Skripsi Sosial Politik
- Daftar Contoh Skripsi Administrasi
- Daftar Contoh Skripsi Ilmu Budaya
- Daftar Contoh Skripsi Ilmu Pemerintahan
- Daftar Contoh Skripsi Sosiologi
- Daftar Contoh Skripsi Ilmu Politik
- Daftar Contoh Skripsi Hubungan Internasional
Leave a Reply