HP CS Kami 0852.25.88.77.47(WhatApp) email:IDTesis@gmail.com

Analisis Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dan Pinjaman Daerah

Analisis Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dan Pinjaman Daerah di Kabupaten dan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta

ABSTRAK

Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan membawa perubahan pada perekonomian daerah, salah satunya adalah bidang keuangan daerah yang harus mulai mandiri untuk memenuhi kebutuhan daerah. Akan tetapi banyak daerah yang keuangannya masih tergantung pada transfer pemerintah pusat. Pinjaman daerah merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan keuangan dari pemerintah pusat. Untuk mengetahui hubungan keuangan antara pusat dengan daerah menggunakan derajat desentralisasi fiskal. Derajat desentralisasi fiskal membandingkan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP), dan Sumbangan dan bantuan daerah (SB) terhadap Total Penerimaan Daerah. Jika didominsai oleh PAD dan BHPBP maka maka derajat desentralisasi fiskal tinggi dan bisa dikatakan mandiri. Bila didominasi oleh Sumbangan dan Bantuan maka derajat desentralisasi fiskal masih rendah dan bisa dikatakan mandiri. Untuk pinjaman daerah, model yang digunakan merujuk pada persyaratan pinjaman jangka panjang sesuai dengan penjelasan UU no. 33 pasal 54 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dan Pemerintah Daerah yaitu dengan Jumlah Sisa Pokok Pinjaman dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR) atau rasio kemampuan membayar kembali pinjaman.

Dalam penelitian ini dimana kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai obyeknya, keuangan daerahnya masih didominasi oleh pusat. Bahkan setelah otonomi daerah Pendapatan Asli Daerah di masing-masing kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami penurunan. Pinjaman daerah sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan keuangan terhadap pemerintah pusat ternyata belum bisa dimanfaatkan oleh masing-masing kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah sisa pokok pinjaman dan besar DSCR yang jauh dari ketentuan UU no. 33 pasal 54 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dan Pemerintah Daerah.

Untuk mendapatkan daftar lengkap contoh skripsi ekonomi lengkap / tesis ekonomi lengkap, dalam format PDF, Ms Word, dan Hardcopy, silahkan memilih salah satu link yang tersedia berikut :

Contoh Tesis

Contoh Skripsi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu asas pembangunan daerah adalah desentralisasi, menurut Ketentuan Umum UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintah Daerah, Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwujudan dari asas desentralisasi adalah berlakunya otonomi daerah.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat..Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kakhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional (Penjelasan UU No. 32 Th. 2004 Tentang Pemerintahan Daerah: 167).

Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintah daerah (Bratakusumah dan Solihin, 2001: 169). Fenomena yang muncul pada pelaksanaan otonomi daerah dari hubungan antara sistem pemerintah daerah dengan pembangunan adalah ketergantungan pemerintah daerah yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Ketergantungan ini terlihat jelas dari aspek keuangan: Pemerintah daerah kehilangan keleluasaan bertindak untuk mengambil keputusan-keputusan yang penting, dan adanya campur tangan pemerintah pusat yang tinggi terhadap Pemerintah daerah. Pembangunan daerah terutama fisik memang cukup pesat, tetapi tingkat ketergantungan fiskal antara daerah terhadap pusat sebagai akibat dari pembangunan juga semakin besar. Ketergantungan terlihat dari relatif rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dominannya transfer dari pusat. Adalah ironis, Kendati pelaksanaan otonomi menitik beratkan pada kabupaten/kota sebagai ujung tombak, namun justru kabupaten/kota-lah yang mengalami tingkat ketergantungan yang lebih tinggi dibanding propinsi (Mudrajad Kuncoro, 2004: 18).

Setidaknya ada empat penyebab utama tingginya ketergantungan terhadap transfer dari pusat (Mudrajad Kuncoro, 2004: 13), yaitu:
1. Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah.
2. Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan.
3. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan.
4. Ada yang khawatir bila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme.

Oleh karena itu, alternatif solusi yang ditawarkan adalah (Mudrajad Kuncoro, 2004: 15):
1. Meningkatkan peran BUMD.
2. Meningkatkan penerimaan daerah.
3. Meningkatkan pinjaman daerah.

Dari alternatif-alternatif tersebut, pinjaman daerah merupakan sumber penerimaan yang mempunyai karakteristik berbeda, namun penggunaan pinjaman sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan fiskal dapat dipertanggungjawabkan sepanjang memenuhi berbagai persyaratan seperti adanya kemampuan membayar kembali serta pemanfaatan yang berguna bagipelayanan masyarakat atau pembangunan daerah. Dalam penjelasan umum yang tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 107 tahun 2000, ditegaskan bahwa: dalam rangka peningkatan kemampuan keuangan daerah, pemerintah pusat memberikan peluang kepada daerah untuk melakukan pinjaman. Namun demikian, pinjaman daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, harus dicatat dan dikelola dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) (Yook Tri Handoko, 2003: 3).

Dalam masalah keuangan daerah, perimbangan pembiayaan pemerintah pusat dan daerah dengan pendapatan yang secara leluasa digali sendiri untuk mencukupi kebutuhan sendiri masih mempunyai kelemahan sehingga keterbatasan dalam potensi penerimaan daerah tersebut bisa menjadikan ketergantungan terhadap transfer pusat. Pemerintah Daerah selama ini memiliki keterbatasan pembiayaan dari potensi sendiri (PAD). Selama ini komponen pembiayaan terbesar berasal dari dana transfer dari pusat yaitu Dana Alokasi Umum dan hanya sebagian kecil dari PAD, potensi pembiayaan lain yang belum dikelola yaitu dari pinjaman daerah (Rokhedi P. Santoso, 2003: 148).

Pinjaman daerah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan memiliki keuntungan, antara lain dapat mengatasi keterbatasan kemampuan riil atau nyata pada saat ini dari suatu daerah yang sebenarnya potensial dan memiliki kapasitas fiskal yang memadai. Dengan pinjaman dapat mendorong percepatan proses pelayanan masyarakat dan pembangunan daerah-daerah yang dimaksud. Jenis pinjaman ini merupakan pinjaman jangka panjang. Pinjaman jangka menengah dipergunakan untuk membiayai layanan masyarakat yang tidak menghasilkan penerimaan. Sedang pinjaman jangka pendek digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum serta belanja operasional dan pemeliharaan. Untuk mengurangi ketergantungan daerah kapada pusat pinjaman jangka panjang dianggap lebih efektif daripada pinjaman jangka pendek (Rokhedi P. Santoso, 2003: 148).

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dalam rangka penyusunan skripsi dipilih judul Analisis Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dan Pinjaman Daerah di Kabupaten dan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1994/1995-2003.

Leave a Reply

Open chat
Hallo ????

Ada yang bisa di bantu?